I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Buah-buahan
merupakan bahan pangan yang termasuk penting dan semestinya ada dalam daftar
menu makanan kita sehari-hari. Karena di dalam buah-buahan tersebut terkandung
sumber nutrisi yang sangat diperlukan oleh tubuh contohnya vitamin, mineral dan
serat. Banyak masalah kesehatan yang mungkin timbul akibat kurang mengkonsumsi
buah-buahan. Seperti contoh kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan sariawan untuk gejala yang ringan dan yang terparah
adalah scurvy dan kurangnya mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin
A dapat menyebabkan rabun senja. Oleh
karena itu penting untuk mengonsumsi buah-buahan setiap hari.
Umumnya
masyarakat lebih menyukai buah-buahan dalam bentuk segar dan dihidangkan di
meja makan sebagai hidangan penutup atau lazim juga disebut sebagai makanan
pencuci mulut daripada buah yang sudah diolah menjadi bentuk lain, seperti
contoh konsumen lebih menyukai salak dalam bentuk segar dibandingkan dengan
manisan serta buah melon dalam keadaan segar daripada diolah menjadi sirup.
Tetapi buah-buahan dalam bentuk segar akan cepat busuk
sehingga tidak bisa dikonsumsi lagi. Oleh karena itu diperlukan suatu teknologi
pengawetan makanan yang bisa mempertahankan kesegaran buah. Salah satu teknologi pengawetan yang sering diterapkan
manusia dalam usaha untuk memperpanjang masa simpan suatu pangan adalah pendinginan. Dimana proses pendinginan ini merupakan rangkaian dari
berbagai tahapan pengolahan pangan atau makanan yang seringkali menjadi salah
satu acuan dalam menentukan kualitas bahan pangan itu sendiri.
Sampai sekarang
pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka
panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah
penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997). Pendinginan dapat
memperlambat kecepatan reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap
penurunan suhu 80C, kecepatan reaksi akan berkurang menjadi kira-kira
setengahnya. Karena itu penyimpanan dapat memperpanjang masa hidup
jaringan-jaringan dalam bahan pangan, karena keaktifan respirasi menurun
(Winarno dkk, l982).
B.
Tujuan
Mengetahui pengaruh proses pendinginan terhadap
stabilitas warna, bobot, dan tingkat kekerasan bengkuang, baik proses
pendinginan tunggal maupun yang dikombinasikan dengan proses lain yaitu
blanching dan pengemasan.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Penyimpanan di
bawah suhu 15 oCdan di atas titik beku bahan dikenal sebagai
penyimpanan dingin (chilling storage).Penyimpanan buah-buahan dan sayur-sayuran
memerlukan temperatur yang optimum untuk mempertahankan mutu dan kesegaran.
Temperatur optimum dapat menyebabkan kerusakan karena pendinginan (chilling
injury). Pendinginan tidak mempengaruhi kualitas rasa, kecuali bila buah
didinginkan secara berlebihan sehingga proses pematangan terhenti.
Cara Pengawetan
pangan dengan suhu rendah ada 2 macam yaitu pendinginan (cooling) dan
pernbekuan (freezing). Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu
pembekuan yaitu -2 sampai + 10 C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari
dalam lernari es pada umumnya mencapai suhu 5-80C. Meskipun air
murni membeku pada suhu O0C, tetapi beberapa makanan ada yang tidak
membeku sampai suhu –20C atau di bawah, hal ini terutama disebabkan
oleh pengaruh kandungan zat-zat di dalam makanan tersebut.
Tabel 1. Suhu yang cocok
untuk penyimpanan dingin berbagai bahan pangan.
Penggunaan suhu
rendah terutama untuk beberapa hasil pertanian tertentu perlu mendapat
perhatian kerena kerusakan fisiologis dapat lebih cepat terjadi terutama justru
pada suhu rendah, misalnya kerusakan akibat proses pendinginan (chilling
injuries) dan kerusakan proses pembekuan (freezing injuries). Untuk menjaga
mutunya, produk-produk hortikultura (buah-buahan dan sayuran) memerlukan suhu
penyimpanan tertentu.
Buah memiliki
masa simpan yang relatif rendah sehingga buah dikenal sebagai bahan pangan yang
cepat rusak dan hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas masa simpan buah.
Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses respirasi dan transpirasi
selama penanganan dan penyimpanan di mana akan menyebabkan susut pasca panen
seperti susut fisik yang diukur dengan berat; susut kualitas karena perubahan wujud
(kenampakan), cita rasa, warna atau tekstur yang menyebabkan bahan pangan
kurang disukai konsumen; susut nilai gizi yang berpengaruh terhadap kualitas
buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan
transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan
suhu udara. Pada umumnya komoditas yang mempunyai umur simpan pendek mempunyai
laju respirasi tinggi atau peka terhadap suhu rendah (Tranggono dan Sutardi,
1990).
Pertumbuhan
organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun
komuditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap
pertumbuhan organism perusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan ditentukan
oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan
organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan
Sutardi, 1990).
Beberapa Perlakuan Pendahuluan Sebelum Pendinginan
1. Seleksi Bahan
Pembekuan tidak
dapat memperbaiki mutu bahan pangan, tetapi hanya dapatnmengawetkan mutu asli
dari bahan pangan tersebut. Oleh sebab itu mutu bahan pangan yang akan
dibekukan harus lah dalam keadaan paling baik (prime condition). Buah dan
sayuran haruslah dipilih pada dasar kematangan yang paling cocok untuk
dibekukan. Buah harus dalam keadaan cukup keras dan matang; sayuran harus dalam
keadaan segar lapang (gardep fresh), lembut dan dalam keadaan matang yang
seragam untuk kebutuhan
memasak.
2. Persiapan
Bahan
Beberapa tahap
dilakukan dalam menyiapkan bahan pangan sebelum dibekukan, termasuk pencucian
untuk mereduksi jumlah mikroba melepaskan tangkai buah, mengupas kulit dan
bagian yang tidak dimakan serta memotong buah dalam bentuk yang diinginkan.
3. Blansir
Blansir adalah
proses pemanasan dengan suhu tinggi (80 - 1000C), dengan
menggunakan uap atau air
Panas. Blansir umumnya dilakukan terhadap buah dan
sayuran. Tujuan proses
blansir adalah sebagai berikut:
a)
Menginaktifkan
enzim-enzim yang terdapat dalam buah dan sayuran yang dapat menyebabkan
perubahan flavor dan rasa serta warna selama penyimpanan. Menurut Desrosier
dalam Koswara (2009), enzim masih dapat mempertahankan aktifitasnya pada suhu
serendah -730C, walaupun pada suhu tersebut kecepatan reaksinya
sangat rendah. Oleh karena itu penyebab kerusakan buah-buahan dan sayuran
selama pembekuan, penyimpanan beku dan thawing sebagian besar disebabkan oleh
aktifitas enzim.
b)
Mengerutkan dan
melemaskan bahan pangan, sehingga memudahkan pengolahan selanjutnya.
c)
Menurunkan
kontaminasi mikroba awal.
d)
Menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan
bahan dan mengusir udara atau mengurangi kadar oksigen dari jaringan bahan
Pangan.
4. Mencegah
perubahan warna.
Reaksi browning
dapat dicegah dengan menambahkan senyawa-senyawa anti pencoklatan, antara lain
senyawa-senyawa sulfit, asam-asam organik dan dengan blanching/blansir.
a.
Sulfit :
senyawa-senyawa sulfit misalnya natrium bisulfit, SO Natrium 21 sulfit dan
lain-lain mempunyai kemampuan untuk menghambat reaksi browning baik enzimatis
maupun non enzimatis. Penghambatan terhadap browning enzimatis terutama disebabkan kemampuannya untuk
mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim menjadi tidak aktif,
sedangkan penghambatan reaksi browning
non enzimatis disebabkan kemampuannya untuk bereaksi dengan gugus aktif gula
pereduksi, sehingga mencegah reaksi antara gula pereduksi tersebut dengan asam
amino.
b.
Penambahan asam-asam arganik dapat menghambat
browning enzimatik terutama disebabkan efek turunnya pH akibat penambahan senyawa
tersebut. Enzim fenolase dan polifenolase mempunyai pH optimum pada pH 5 - 7,
dibawah kisaran pH tersebut aktifitas enzim terhambat. Asam-asam organik yang
dapat ditambahkan adalah asam askorbat, asam malat, asam sitrat dan asam
erithorbat. Disamping menurunkan pH penambahan asam askorbat yang bersifat
pereduksi kuat sehingga berfungsi sebagai antioksidan. Dengan penambahan asam
askorbat, maka oksigen yang merupakan pemacu reaksi browning enzimatis dapat
dieliminasi. Penambahan asam sitrat disamping dapat menurunkan pH juga dapat
mengikat tembaga yang merupakan sisi aktif enzim sehingga aktifitas enzim dapat
dihambat.
Bengkoang (Pachyrhizus
erosus)
Bengkuang
atau bengkoang (Pachyrhizus erosus) dikenal dari umbi (cormus)
putihnya yang bisa dimakan sebagai komponen rujak
dan asinan atau dijadikan masker
untuk menyegarkan wajah dan memutihkan kulit. Tumbuhan yang berasal dari Amerika
tropis ini termasuk dalam
suku polong-polongan atau Fabaceae. Di tempat
asalnya, tumbuhan ini dikenal sebagai xicama atau jÃcama. Orang Jawa menyebutnya
sebagai besusu.
Tanaman bengkuang masuk ke
Indonesia dari Manila melalui Ambon. Berawal dari Ambon, bengkuang kemudian
dibudidayakan di seluruh pelosok negeri ini. Sentra produksi bengkuang saat ini
adalah Jawa, Madura, dan di beberapa daerah lain, terutama di dataran rendah.
Tumbuhan ini membentuk umbi akar (cormus)
berbentuk bulat atau membulat seperti gasing
dengan berat dapat mencapai 5 kg. Kulit umbinya tipis berwarna kuning pucat dan
bagian dalamnya berwarna putih dengan cairan segar agak manis. Umbinya
mengandung gula dan pati
serta fosfor dan kalsium. Umbi ini juga
memiliki efek pendingin karena mengandung kadar air 86-90%. Rasa manis berasal
dari suatu oligosakarida
yang disebut inulin ,yang tidak bisa dicerna
tubuh manusia. Sifat ini berguna bagi penderita diabetes atau orang yang
berdiet rendah kalori.
Sifat kimiawi dan efek farmakologis umbi bengkuang adalah
manis, dingin, sejuk, dan berkhasiat mendinginkan.Kandungan bahan-bahan kimia
yang terdapat dalam umbi bengkuang antara lain: kalori (55
kal), protein (1,4 gram), lemak (0,2 gram), karbohidrat (12,8 gram), kalsium
(15 mg), fosfor (18 mg), besi (0,6 mg), vitamin B-1 (0,04 mg), juga vitamin C
(20 mg), dan air (85,1 gram).
Pemanfaatan bengkuang masih terbatas untuk bahan pangan dan
sedikit untuk industry bahan pangan. Umur simpan bengkuang yang terbatas juga
menjadi kendala dalam pengolahannya. Penyimpanan bengkuang yang terlalu lama
menyebabkan umbinya berserat. Umbi
bengkuang biasa dijual orang untuk dijadikan bahan rujak, asinan, manisan, atau
dicampurkan dalam masakan tradisional seperti tekwan. Umbi bengkuang sebaiknya
disimpan pada tempat kering bersuhu 12°C hingga 16°C. Suhu lebih rendah
mengakibatkan kerusakan. Penyimpanan yang baik dapat membuat umbi bertahan
hingga 2 bulan. .
III.
METODE PRAKTIKUM
A.
Alat dan Bahan
Alat :
1.
Pisau
2.
Talenan
3.
Wadah plastic
4.
Panci pengukur
5.
Pengemas
6.
Refrigerator
7.
Timbangan
8.
Pengukus
Bahan :
1.
Buah Bengkuang
2.
Larutan asam
sitrat 0,2 %
B.
Prosedur Kerja
Bengkuang
blanching
IV.
DATA PENGAMATAN
Bengkuang
a.
Berat
Buah
|
Perlakuan
|
Pegamatan berat
(g) hari ke-
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Bengkoang Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
46,1
|
36,8
|
28,6
|
25,8
|
Suhu ruang kemas
|
37,3
|
34,9
|
33,1
|
30,2
|
Refrigerator tidak kemas
|
35,6
|
33,9
|
30,5
|
30,2
|
Refrigerator
kemas
|
48,8
|
48,8
|
48,8
|
48,8
|
Bengkoang tidak Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
54,4
|
44,6
|
36,3
|
32,8
|
Suhu ruang kemas
|
53
|
50,7
|
48,8
|
46,9
|
Refrigerator tidak kemas
|
66,4
|
64,2
|
60,2
|
51,8
|
Refrigerator kemas
|
68,6
|
68,6
|
68,7
|
68,7
|
b.
Warna
Buah
|
Perlakuan
|
Pegamatan warna hari ke-
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Bengkoang Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kecoklatan
|
Putih kecoklatan
|
Suhu ruang kemas
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kecoklatan
|
Putih kecoklatan
|
Refrigerator tidak kemas
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Refrigerator
kemas
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Bengkoang tidak Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
Putih bengkuang
|
Putih kecoklatan
|
Putih kecoklatan
|
Coklat
|
Suhu ruang kemas
|
Putih bengkuang
|
Putih kecoklatan
|
Putih kecoklatan
|
Kuning kecoklatan
|
Refrigerator tidak kemas
|
Putih bengkuang
|
Putih pucat
|
Putih kekuningan
|
Putih kekuningan
|
Refrigerator kemas
|
Putih bengkuang
|
Putih bengkuang
|
Putih bengkuang
|
Putih bengkuang
|
c.
Tekstur
Buah
|
Perlakuan
|
Pegamatan tesktur hari ke-
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Bengkoang Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
Lembek sedikit benyek
|
Lembek sedikit benyek
|
Lembek berlendir
|
Berlendir
|
Suhu ruang kemas
|
Lembek sedikit benyek
|
Lembek sedikit benyek
|
Lembek berlendir
|
Lunek berlendir
|
Refrigerator tidak kemas
|
Lembek sedikit benyek
|
Keras
|
Agak lembek
|
Lembek
|
Refrigerator
kemas
|
Lembek sedikit benyek
|
Keras
|
Keras
|
Lunak
|
Bengkoang tidak Blanching
|
Suhu ruang tidak kemas
|
Keras
|
Keras
|
Agak lembek
|
Agak lembek
|
Suhu ruang kemas
|
Keras
|
Agak lembek
|
Agak lembek
|
Agak lembek
|
Refrigerator tidak kemas
|
Keras
|
Keras
|
Lebih lembek dan berlendir
|
Lembek
|
Refrigerator kemas
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
V.
PEMBAHASAN
Mutu simpan buah sangat erat kaitannya dengan proses
respirasi dan transpirasi selama penanganan dan penyimpanan di mana akan
menyebabkan susut pasca panen seperti susut fisik yang diukur dengan berat;
susut kualitas karena perubahan wujud (kenampakan), cita rasa, warna atau
tekstur yang menyebabkan bahan pangan kurang disukai konsumen; susut nilai gizi
yang berpengaruh terhadap kualitas buah. Mutu simpan buah akan lebih bertahan
lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan
meningkatkan kelembaban relatif, menurunkan suhu udara.
Pertumbuhan
organisme perusak dapat diperlambat pada suhu penyimpanan rendah, namun
komuditas segar berangsur-angsur kehilangan resistensi alaminya terhadap
pertumbuhan organism perusak. Oleh karena itu lamanya umur simpan ditentukan
oleh interaksi oleh senensensi alami (kehilangan kualitas), pertumbuhan
organisme perubahan dan kepekaan terhadap cacat suhu dingin (Tranggono dan
Sutardi, 1990).
Hasil
pengamatan yang telah dilakukan pada penyimpanan buah bengkuang dengan berbagai
perlakuan menunjukkan bahwa berat bengkuang selama penyimpanan mengalami penurunan
untuk hampir semua perlakuan penyimpanan kecuali pada penyimpanan bengkuang kemas
yang dimasukkan dalam refrigerator yang sebelumnya telah melalui proses steam
blanching. Penurunan berat pada penyimpanan suhu dingin bengkuang
kemas yang dimasukkan dalam refrigerator yang tidak diblanching juga
menunjukkan pernurunan berat yang sangat sedikit yaitu pada hari ke 1 seberat
68,6 menjadi 68,7 dihari ke 2 dan mempunyai berat yang sama pada hari ke 0 dan
ke 1 sebesar 68,6 dan juga pada hari ke2 dan ke 3 sebesar 68,7 . Hal ini menunjukkan
bahwa berat bengkuang yang dikemas dan disimpan direfrigerator relative stabil
keadaan ini dikarenakan laju respirasi
dan transpirasi buah pada suhu ruang jauh lebih cepat daripada buah yang
disimpan pada suhu rendah. Hal ini mendukung rekomendasi bahwa pada prinsipnya
penyimpanan pada suhu rendah adalah untuk menekan terjadinya respirasi dan
transpirasi sehingga proses ini berjalan lambat. Akibatnya daya simpannya cukup
panjang dan susut beratnya menjadi minimal, serta mutunya masih baik (Satuhu 1996).
Perlakuan lain selain perlakuan bengkuang kemas yang
dimasukkan kerefrigerator mengalami penurunan berat, baik yang diblanching
maupun tidak diblanching. Penurunan berat yang paling banyak adalah pada
bengkuang yang tidak dikemas disuhu ruang . Hal tersebut mungkin dikarenakan
tanpa pengemasan dan diletakkan disuhu ruang tidak menghambat puapan pada buah
sehingga penurunan beratnyapun lebih banyak daripada perlakuan lain.
Selain penurunan berat bengkuang selama penyimpanan
bengkuang juga mengalami perubahan warna dan tekstur. Pada bengkuang blanching dan non blanching
mengalami perubahan warna yang berbeda-beda. Pada bengkuang blanching di hari
ke 0 atau hari disaat awal perlakuan warnanya putih kekuningan sedangkan pada
bengkuang nonblanching warnanya masih putih bengkuang. Hal itu menunjukkan
bahwa dengan diblanching bisa membuat warna buah bengkuang bisa berubah,
keadaan ini dikarenakan dengan proses blanching bisa mempengaruhi pigmen alami
buah. Pada buah bengkuang blanching maupun tidak diblanching yang dikemas
maupun tidak dikemas yang diletakkan disuhu ruang mengelami pencoklatan warna
dari hari ke hari sedangkan yang disimpan di refrigerator tidak menunjukkan
pencoklatan warna. Hal itu menunjukkan dengan
menyimpan bengkuang direfrigerator bisa mencegah terjadinya pencoklatan pada
bengkoang.
Dari data diatas terjadi perubahan tekstur harmpir di
semua perlakuan penyimpanan yang
diberikan pada bengkuang kecuali pada bengkuang
tidak diblanching yang dikemas dan
disimpan pada refrigerator yaitu tetap keras dari saat awal perlakuan
diberikan hingga hari ke3 sedangkan pada perlakuan lain mengalami perubahan
tekstur. Hal itu menunjukkan bahwa tekstur dipengaruhi oleh perlakuan awal buah
yaitu diblanching atau tidak, dikemas atau tidak dan juga suhu simpannya.
VII.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan dapat
disimpulkan bahwa proses pendinginan berpengaruh terhadap stabilitas warna,
bobot (berat) dan tingkat kekerasan (tekstur) dan akan lebih terlihat
pengaruhnya bila dipadukan dengan proses lain yaitu blanching dan pengemasan.
Pernyataan tersebut didasarkan pada berat yang stabil pada bengkuang yang
dikemas dan dimasukkan dalam refrigerator dibandingkan dengan perlakuan lain
pada bengkuang yang menurunkan berat bengkuang. Perubahan warna yang terjadi
pada bengkuang sangat dipengaruhi proses pendinginan, blanching dan pengemasan.
Hal itu ditunjukkan dengan diblanching bisa membuat warna buah bengkuang bisa
berubah dan saat penyimpanan bengkoang direfrigerator tidak terjadi pencoklatan
dibandingkan dengan yang disinpan disuhu ruang yang mengalami pencoklatan.Sedangkan
pada tekstur pengaruh poses pendinginan, blanching dan pengemasan terlihat dari
tidak adanya perubahan tekstur pada
bengkuang tidak diblanching yang dikemas dan
disimpan pada refrigerator dibandingkan perlakuan lain yang menunjukkuan
perubahan tekstur.
B.
Saran
Dalam melakukan pengamatan berat, warna dan tekstur
buah sebaiknya dilakukan lebih teliti dalam menimbang berat buah dan mengamati
warna serta tekstur agar
mendapatkan data
yang lebih akurat lagi.