KELARUTAN
PROTEIN
Dyah
Setyawati, A1M012026
ABSTRAK
Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan
konstanta dielektrik pelarutnya Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemanasan, penambahan garam netral dan penambahan pelarut organik
terhadap kelarutan protein yang
ditandai dengan perubahan viskositas, timbulnya endapan dan kerjernihan protein. Pada
praktikum ini menggunakan putih telur sebagai sumber protein, etanol 95-96%
sebagai pelarut organik dan CaCl2 sebagai garam netral.Percobaan 1 (
pengaruh pemanasan ) dilakukan dengan memanaskan putih telur dengan berbagai
suhu yang berbeda yaitu 400C, 700C, dan 900C
serta putih telur tanpa dipanaskan sebagai kontrol. Percobaan 2 (pengaruh garam
netral) dilakukan dengan menambahkan CaCl2 berbeda konsentrasi yaitu
konsentrasi tinggi (80%) dan konsentrasi rendah (5%) ke dalam putih telur.
Percobaan 3 (pengaruh pelarut organik) dilakukan dengan menambahkan etanol
95-96% berbeda volume yaitu 0,5 ml dan 1 ml ke dalam putih telur.
Kata kunci :
putih telur, kelarutan protein, pemanasan protein, penambahan garam netral dan
pelarut organik
PENDAHULUAN
Protein adalah komponen dasar dan utama makanan yang
diperlukan oleh semua makhluk hidup sebagai bagian dari daging, jaringan kulit,
otot, otak, sel darah merah, rambut, dan organ tubuh lainnya yang dibangun dari
protein . Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan
peptida. Terdapat dua puluh macam asam amino yang dibagi berdasarkan gugus
R-nya,yaitu asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain
Alanin, Leusin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam
amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin,
Sistein, Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan positif pada
gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang bermuatan negatif pada gugus
R ( Wirahadikusumah 2008).
Sifat
kimia protein merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul
besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari
atom-atom C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S.
Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein
maupun hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat kimia
suatu protein (Girinda, 1990).
Klasifikasi protein didasarkan pada beberapa sifat
yang menonjol dari protein seperti kelarutan, bentuk, fungsi, sifat-sifat
fisik, dan struktur 3 dimensi. Protein berdasarkan kelarutannya dikembangkan
tahun 1907 – 1908 dan tetap digunakan hingga saat ini. Namun garis tegas antar
satu dengan lain tidak tegas misalnyaperbedaan yg nyata antara Albumin dan
Globulin tidak bisa dibuat berdasarkan kelarutan mereka dalam air atau larutan
garam.
Sifat-sifat fungsional protein sering ditentukan
oleh kelarutannya. Kelarutan protein berpengaruh terhadap viskositas atau
kekentalan (thickening), sifat berbuih (foaming), sifat emulsi (emulsifying),
dan pembentukan gel (gelling). Protein-protein tidak larut sangat terbatas
kegunaannya dibidang pangan. Sifat fungsional protein didefinisikan sebagai
sifat-sifat fisik dan kimia yang berpengaruh terhadap ”perilaku” protein
didalam sistem pangan selama prosesing, penyimpanan, penyiapan dan konsumsi.
Kelarutan protein adalah menifestasi thermodinamik dari
keseimbangan antara interaksi protein-protein dan interaksi protein-solvent.
Didalam molekul protein terdapat asam amino hidrofilik dan asam amino
hidrofobik. Setelah protein berikatan dalam larutan air, asam amino hidrofobik
biasanya membentuk area perlindungan hidrofobik karena sifatnya tidak dapat
berikatan dengan air sehingga air tidak dapat masuk kedalam area yang terdapat
asam amino hidrofobik, sementara asam amino hidrofilik akan berikatan dengan
molekul solven (air) dan memungkinkan protein untuk membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air di sekitarnya. Jika pada permukaan protein terdapat asam
amino hidrofilik yang cukup maka protein dapat larut dalam air.
Kelarutan protein dapat
diukur dari kadar protein terlarutnya. Semakin banyak protein yang larut di
bagian supernatan, maka menunjukkan peningkatan kelarutan protein. Protein yang
terlarut dapat diukur dengan metode penetapan protein, seperti metode Lowry.
Metode Lowry adalah salah satu metode untuk mengukur kadar protein contoh
berdasarkan pada prinsip-nya reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida dan
reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan
(merupakan residu protein) yang akan menghasilkan warna biru.Faktor-faktor yang
mempengaruhi sifat kelarutan protein menurut Wolf(1969) antara lain ion, pH,
suhu, ukuran partikel dan proses produksi.Kelarutan juga dipengaruhi oleh
sumber protein dan komposisi pelarut (Kinsella, 1979).
Seperti
yang dijelaskan diatas ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat
kelarutan protein. Dalam kegiatan praktikum dilakukan untuk mengetahui beberapa
faktor yang mempengaruhi kelarutan protein yaitu pemanasan,
penambahan garam netral dan penambahan pelarut organik terhadap kelarutan protein yang ditandai dengan perubahan viskositas,
timbulnya endapan dan kerjernihan protein
METODE
PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto
dengan alat dan bahan serta prosedur sebagai berikut :
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam praktikum adalah tabung reaksi, waterbath, pipet ukur dan thermometer.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah putih telur, etanol 95-96
%, serta larutan CaCl2 konsentrasi 80 % dan 5%
Prosedur
Percobaan 1, pengaruh
pemanasan terhadap kelarutan protein dilakukan dengan penyiapan 4 tabung reaksi yang masing-masing tabung
diisi 3 ml putih telur, tabung pertama dijadikan control yaitu putih telur
didalam tabung tidak dipanaskan, sedangkan ketiga tabung lainnya dipanaskan
dengan suhu yang berbeda-beda, untuk tabung kedua dipanaskan sampai suhu 400C,
tabung ketiga dipanaskan sampai suhu 700C dan tabung keempat
dipanaskan sampai suhu 900C. Setelah dipanaskan semua tabung
dibiarkan sampai suhu ruang, selanjutnya
diamati perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam
masing-masing tabung.
Percobaan 2, pengaruh
garam netral terhadap kelarutan protein dilakukan dengan penyiapan 2 tabung
reaksi yang masing-masing diisi 3 ml putih telur, tabung pertama ditambah
larutan CaCl2konsentrasi 80% dengan volume 1ml sedangkan tabung
kedua ditambah larutan CaCl2konsentrasi 5% dengan volume 1 ml.
Kemudian masing-masing tabung dikocok pelan dan didiamkan, selanjutnya diamati
perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam
masing-masing tabung
Percobaan 3, pengaruh pelarut organic terhadap kelarutan
protein dilakukan dengan penyiapan 2 tabung reaksi yang masig-masing diisi 3 ml
putih telur, tabung pertama ditambahkan etanol 95 % sebanyak 0,5 ml sedangkan
tabung kedua ditambah etanol 95% sebanyak 1 ml. Kemudian diamati perbedaan
viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam masing-masing
tabung.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Hasil
pengamatan
Dari kegiatan praktikum
yang telah dilaksanakan yaitu mengenai pengaruh pemanasan, penambahan garam
netral dan pelarut organic terhadap kelarutan protein yang dilihat dari sifat
kualitatifnya yaitu viskositas, timbulnya endapan, dan kejernihan hasilnya
dapat dilihat pada table berikut.
Table hasil pengamatan perbedaan
viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan dari putih telur setelah perlakuan
berbagai pengujian
|
Viskositas
|
Timbulnya endapan
|
Kejernihan
|
A.
Percobaan1 (pengaruh panas)
-
Tanpa pemanasan
-
400C
-
700C
-
900C
|
-
+
+++
++++ (memadat)
|
-
++
++++
+++++
|
+++++
+
-
-
|
B.
Percobaan 2 (pengaruh garam
netral)
-
CaCl2 80%
-
CaCl2 5%
|
-
-
|
++
+
|
++
+++
|
C.
Percobaan 3 (pengaruh pelarut
organic)
-
Etanol 95 % ; 0,5 ml
-
Etanol 95% ; 1 ml
|
+
++
|
++
+++
|
+++++
+++++
|
Keterangan :
Semakin + menandakan semakin viskos
Semakin + menandakan semakin banyak
endapan
Semakin + menandakan semakin jernih
Pembahasan
Kelarutan protein adalah menifestasi thermodinamik dari
keseimbangan antara interaksi protein-protein dan interaksi protein-solvent. Kelarutan
protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik
pelarutnya
(Poedjiadi 1994).
Pada praktikum ini membahas mengenai pengaruh pemanasan,
penambahan garam netral serta penambahan pelarut organic terhadap kelarutan
protein diputih telur yang ditandai dengan perubahan viskositas, timbulnya
endapan, dan perubahan tingkat kejernihan putih telur. Telur merupakan salah satu produk unggas yang
mengandung protein cukup tinggi sebesar 12%. Telur terutama kaya akan asam
amino esensial seperti lisin, triptofan, dan khususnya metionin yang merupakan
asam-asam amino esensial terbatas.
Putih telur (albumen) menjadi
sumber protein pada telur (9,7%-10,8%) (Yuwanta, 2010)
Dari data diatas
terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan viskositas semakin tinggi. Semakin
viskosnya bahan ditandai dengan tanda + yang semakin banyak. Disuhu 900C
mempunyai tingkat viskositas tertinggi dibanding dengan yang dipanaskan di suhu
700C dan 400C. Hal ini menandakan suhu adalah salah satu
factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya viskositas. Suhu berpengaruh terhadap
kekentalan dispersi protein, dimana dengan pemberian panas yang tidak berlebih
dapat menyebabkan terbentuknya progel yang kekentalannya menurun, tetapi akan
meningkat setelah didinginkan (Kinsella,1979)
Adanya pengaruh
pemanasan terhadap jumlah endapan putih telur juga membuat bertambahnya jumlah
endapan yang terbentuk semakin tinggi suhu pemanasan, endapan yang terbentuk
semakn banyak. Tetapi pemanasan membuat kejernihan berkurang. Hal ini
dikarenakan ditempratur yang tinggi energy kinetic molekul protein meningkat
sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur
sekunder , tersier dan kuartener yang menyebabkan terjadinya endapan dan
membuat kejernihan putih telur berkurang.
Selain pemanasan,
penambahan garam netral dan pelarut organic membuat timbulnya endapan diputih
telur dan mempengaruhi tingkat kejernihan putih telur. Semakin tinggi
konsentrasi garam netral yang ditambahkan endapan yang terbentuk semakin banyak
tetapi tingkat kejernihannya semakin menurun. Hal ini dikarenakan kelarutan
protein akan berkurang bila kedalam larutan protein ditambah garam. Pengendapan
putih telur terjadi karena pengendapan ion garam untuk menghidrasi, sehingga
terjadi kompetisi antara garam dengan molekulprotein untuk mengikat air,
keadaan ini juga membuat tingkat kejernihan putih telur menurun.
Pemberian garam menurut
Belitz dan Grosch (2009) menimbulkan pengaruh pada kelarutan protein. Pemberian
yang terlampau sedikit (konsentrasi rendah) akan meningkatkan kelarutan protein
(efek salting in) dengan menekan interaksi proteinprotein elektrostatik,
sedangkan pemberian garam yang terlampau banyak (konsentrasi tinggi) akan
menurunkan kelarutan protein (efek salting out) sebagai hasil dari
kecenderungan hidrasi ion garam.
Penambahan garam dapat
meningkatkan kelarutan protein disebabkan garam melemahkan interaksi di antara
gugus protein yang berbeda muatan (Honikel 1989). Ion klorida (Cl-) garam akan
berikatan dengan gugus positif protein menyebabkan muatan total protein menjadi
negatif sehingga terjadi gaya tolakmenolak di antara gugus protein tersebut
karena memiliki muatan yang sama. Gaya repulsif mengakibatkan ruang di antara
protein yang berdekatan, seperti miofibril
Sedangkan semakin
banyak pelarut organic yang ditambahkan membuat endapan yang terbentuk semakin
banyak tetapi putih telur tetap jernih. Hal ini terjadi karena saat penambahan
pelarut organic dapat mengubah (mengurangi ) konstanta dielektrikdari air
sehingga kelarutan berkurang karena interaksi antar molekul protein lebih
disukai dibandingkan antara molekul protein dengan air. menyebabkan timbulnya
endapan dan tetap terjaganya tingkat kejernihan putih telur.
Menurut
Sumardjo (2006) kelarutan protein
dalam pelbagai pelarut (air, alcohol, dan garam encer) berlainan. Protein yang
kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah larut dalam campuran
alcohol-air daripada dalam air. Protein yang miskin akan radikal-radikal polar
bebas cenderung untuk mengendap dengan penambahan sedikit alcohol. Protein
tidak larut dalam air tetapi kaya akan radikal-radikal yang bermuatan dan mudah
larut dalam garam-garam netral.
Seperti halnya
pemanasan yang mempengaruhi viskositas putih telur, penambahan pelarut organic
juga mempengaruhi viskositas putih telur. Hal ini terjadi karena pelarut
organic dapat mendenaturasi protein di putih telur, protein yang
terdenaturasiakan berkurang kelarutannya. Lapisan hidrofobik protein di bagian
dalam berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat
kedalam sehingga viskositas akan bertambah karena molekul menjadi asimetrik dan
mengembung. Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH
isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan
bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis
larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992)Sedangkan pada penambahan
garam netral tidak mempengaruhi viskosita putih telur karena muatannya netral.
KESIMPULAN
Dari beberapa percobaan yang dilakukan
diketahui bahwa pemanasan dan penambahan pelarut organik berpengaruh terhadap
peningkatan viskositas putih telur sedangkan penambahan garam netral tidak
berpengaruh terhadap viskositas. Sedangkan timbulnya endapan dipengaruhi
pemanasan, penambahan garam netral dan pelarut organik. Untuk kejernihannya
pengaruh pemanasan sangat menurunkan kejernihan putih telur berbeda dengan
penambahan garam netral dan pelarut organik yang tidak terlalu berpengaruh
terhadap kejernihan putih telur.
DAFTAR
PUSTAKA
Belitz, H.D. and
W. Grosch. 1999. Food Chemistry.
Second Edition. Springer Verlag Berlin.
Girinda, A.1990.Biochemistry.
Printia Hall, New York
Honikel, K.O.
1989. The meat aspects of water and food quality. In : Hardman, T.M. (Ed). Water and Food Quality. Elsevier Applied
Science, London.
Kinsella, J. E.
1979. Functional Properties of Soybean
Protein. J. Amer. Oil.Chem. Soc. 56 : 242-257.
Poejiadi,
A.1994.Biokimia.UI-Press, Jakarta.
Sumardjo, D., 2006. Pengantar Kimia.Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.
Winarno,
F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirahadikusumah, Muhamad. 2008. Biokimia : Protein, enzyme, dan Asam Nukleat. ITB, Bandung.
Wolf, W. J. and
J.C. Cowan. 1996. Soybean as a Food
Source. CRC Press, Ohio.
Yuwanta, T.
2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah
Mada University Press, Yogyakarta.
laporannya sangat membantu kak
BalasHapuswe are who we are