my cat


Jumat, 10 Januari 2014

laporan kelarutan protein



KELARUTAN PROTEIN
Dyah Setyawati, A1M012026

ABSTRAK
Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemanasan, penambahan garam netral dan penambahan pelarut organik terhadap kelarutan protein yang ditandai dengan perubahan viskositas, timbulnya endapan dan kerjernihan protein. Pada praktikum ini menggunakan putih telur sebagai sumber protein, etanol 95-96% sebagai pelarut organik dan CaCl2 sebagai garam netral.Percobaan 1 ( pengaruh pemanasan ) dilakukan dengan memanaskan putih telur dengan berbagai suhu yang berbeda yaitu 400C, 700C, dan 900C serta putih telur tanpa dipanaskan sebagai kontrol. Percobaan 2 (pengaruh garam netral) dilakukan dengan menambahkan CaCl2 berbeda konsentrasi yaitu konsentrasi tinggi (80%) dan konsentrasi rendah (5%) ke dalam putih telur. Percobaan 3 (pengaruh pelarut organik) dilakukan dengan menambahkan etanol 95-96% berbeda volume yaitu 0,5 ml dan 1 ml ke dalam putih telur.

Kata kunci : putih telur, kelarutan protein, pemanasan protein, penambahan garam netral dan pelarut organik
 

PENDAHULUAN
Protein adalah komponen dasar dan utama makanan yang diperlukan oleh semua makhluk hidup sebagai bagian dari daging, jaringan kulit, otot, otak, sel darah merah, rambut, dan organ tubuh lainnya yang dibangun dari protein . Protein adalah polimer dari asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida. Terdapat dua puluh macam asam amino yang dibagi berdasarkan gugus R-nya,yaitu asam amino non-polar dengan gugus R yang hidrofobik, antara lain Alanin, Leusin, Fenilalanin, Triptofan dan Metionin. Golongan kedua yaitu asam amino polar tanpa muatan pada gugus R yang beranggotakan Lisin, Serin, Treonin, Sistein, Glutamin. Golongan ketiga yaitu asam amino yang bermuatan positif pada gugus R dan golongan keempat yaitu asam amino yang bermuatan negatif pada gugus R ( Wirahadikusumah 2008).
Sifat kimia protein merupakan suatu senyawa organik yang mempunyai berat molekul besar antara ribuan hingga jutaan satuan(g/mol). Protein tersusun dari atom-atom C,H,O dan N ditambah beberapa unsur lainnya seperti P dan S. Atom-atom itu membentuk unit-unit asam amino. Urutan asam amino dalam protein maupun hubungan antara asam amino satu dengan yang lain, menentukan sifat kimia suatu protein (Girinda, 1990).
Klasifikasi protein didasarkan pada beberapa sifat yang menonjol dari protein seperti kelarutan, bentuk, fungsi, sifat-sifat fisik, dan struktur 3 dimensi. Protein berdasarkan kelarutannya dikembangkan tahun 1907 – 1908 dan tetap digunakan hingga saat ini. Namun garis tegas antar satu dengan lain tidak tegas misalnyaperbedaan yg nyata antara Albumin dan Globulin tidak bisa dibuat berdasarkan kelarutan mereka dalam air atau larutan garam.
Sifat-sifat fungsional protein sering ditentukan oleh kelarutannya. Kelarutan protein berpengaruh terhadap viskositas atau kekentalan (thickening), sifat berbuih (foaming), sifat emulsi (emulsifying), dan pembentukan gel (gelling). Protein-protein tidak larut sangat terbatas kegunaannya dibidang pangan. Sifat fungsional protein didefinisikan sebagai sifat-sifat fisik dan kimia yang berpengaruh terhadap ”perilaku” protein didalam sistem pangan selama prosesing, penyimpanan, penyiapan dan konsumsi.
Kelarutan protein adalah menifestasi thermodinamik dari keseimbangan antara interaksi protein-protein dan interaksi protein-solvent. Didalam molekul protein terdapat asam amino hidrofilik dan asam amino hidrofobik. Setelah protein berikatan dalam larutan air, asam amino hidrofobik biasanya membentuk area perlindungan hidrofobik karena sifatnya tidak dapat berikatan dengan air sehingga air tidak dapat masuk kedalam area yang terdapat asam amino hidrofobik, sementara asam amino hidrofilik akan berikatan dengan molekul solven (air) dan memungkinkan protein untuk membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air di sekitarnya. Jika pada permukaan protein terdapat asam amino hidrofilik yang cukup maka protein dapat larut dalam air.
Kelarutan protein dapat diukur dari kadar protein terlarutnya. Semakin banyak protein yang larut di bagian supernatan, maka menunjukkan peningkatan kelarutan protein. Protein yang terlarut dapat diukur dengan metode penetapan protein, seperti metode Lowry. Metode Lowry adalah salah satu metode untuk mengukur kadar protein contoh berdasarkan pada prinsip-nya reaksi antara ion Cu2+ dengan ikatan peptida dan reduksi asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat oleh tirosin dan triptofan (merupakan residu protein) yang akan menghasilkan warna biru.Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat kelarutan protein menurut Wolf(1969) antara lain ion, pH, suhu, ukuran partikel dan proses produksi.Kelarutan juga dipengaruhi oleh sumber protein dan komposisi pelarut (Kinsella, 1979).
Seperti yang dijelaskan diatas ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi sifat kelarutan protein. Dalam kegiatan praktikum dilakukan untuk mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan protein yaitu pemanasan, penambahan garam netral dan penambahan pelarut organik terhadap kelarutan protein yang ditandai dengan perubahan viskositas, timbulnya endapan dan kerjernihan protein
METODE PRAKTIKUM
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jendral Soedirman Purwokerto dengan alat dan bahan serta prosedur sebagai berikut :
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah tabung reaksi, waterbath, pipet ukur dan thermometer. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum adalah putih telur, etanol 95-96 %, serta larutan CaCl2 konsentrasi 80 % dan 5%
Prosedur
Percobaan 1, pengaruh pemanasan terhadap kelarutan protein dilakukan dengan penyiapan  4 tabung reaksi yang masing-masing tabung diisi 3 ml putih telur, tabung pertama dijadikan control yaitu putih telur didalam tabung tidak dipanaskan, sedangkan ketiga tabung lainnya dipanaskan dengan suhu yang berbeda-beda, untuk tabung kedua dipanaskan sampai suhu 400C, tabung ketiga dipanaskan sampai suhu 700C dan tabung keempat dipanaskan sampai suhu 900C. Setelah dipanaskan semua tabung dibiarkan sampai suhu  ruang, selanjutnya diamati perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam masing-masing tabung.
Percobaan 2, pengaruh garam netral terhadap kelarutan protein dilakukan dengan penyiapan 2 tabung reaksi yang masing-masing diisi 3 ml putih telur, tabung pertama ditambah larutan CaCl2konsentrasi 80% dengan volume 1ml sedangkan tabung kedua ditambah larutan CaCl2konsentrasi 5% dengan volume 1 ml. Kemudian masing-masing tabung dikocok pelan dan didiamkan, selanjutnya diamati perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam masing-masing tabung
Percobaan 3,  pengaruh pelarut organic terhadap kelarutan protein dilakukan dengan penyiapan 2 tabung reaksi yang masig-masing diisi 3 ml putih telur, tabung pertama ditambahkan etanol 95 % sebanyak 0,5 ml sedangkan tabung kedua ditambah etanol 95% sebanyak 1 ml. Kemudian diamati perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan putih telur dalam masing-masing tabung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengamatan
Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan yaitu mengenai pengaruh pemanasan, penambahan garam netral dan pelarut organic terhadap kelarutan protein yang dilihat dari sifat kualitatifnya yaitu viskositas, timbulnya endapan, dan kejernihan hasilnya dapat dilihat pada table berikut.
Table hasil pengamatan perbedaan viskositas, timbulnya endapan dan kejernihan dari putih telur setelah perlakuan berbagai pengujian

Viskositas
Timbulnya endapan
Kejernihan
A.    Percobaan1 (pengaruh panas)
-          Tanpa pemanasan
-          400C
-          700C
-          900C


-
+
+++
++++ (memadat)


-
++
++++
+++++


+++++
+
-
-
B.     Percobaan 2 (pengaruh garam netral)
-          CaCl2 80%
-          CaCl2 5%



-
-



++
+



++
+++
C.     Percobaan 3 (pengaruh pelarut organic)
-          Etanol 95 % ; 0,5 ml
-          Etanol 95% ; 1 ml



+

++



++

+++



+++++

+++++
Keterangan :
Semakin + menandakan semakin viskos
Semakin + menandakan semakin banyak endapan
Semakin + menandakan semakin jernih
Pembahasan
Kelarutan protein adalah menifestasi thermodinamik dari keseimbangan antara interaksi protein-protein dan interaksi protein-solvent. Kelarutan protein di dalam suatu cairan, sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, pH, suhu, kekuatan ionik dan konstanta dielektrik pelarutnya (Poedjiadi 1994).
Pada praktikum ini membahas mengenai pengaruh pemanasan, penambahan garam netral serta penambahan pelarut organic terhadap kelarutan protein diputih telur yang ditandai dengan perubahan viskositas, timbulnya endapan, dan perubahan tingkat kejernihan putih telur. Telur merupakan salah satu produk unggas yang mengandung protein cukup tinggi sebesar 12%. Telur terutama kaya akan asam amino esensial seperti lisin, triptofan, dan khususnya metionin yang merupakan asam-asam amino esensial terbatas.   Putih telur (albumen)  menjadi sumber protein pada telur (9,7%-10,8%) (Yuwanta, 2010)
Dari data diatas terlihat bahwa semakin tinggi suhu pemanasan viskositas semakin tinggi. Semakin viskosnya bahan ditandai dengan tanda + yang semakin banyak. Disuhu 900C mempunyai tingkat viskositas tertinggi dibanding dengan yang dipanaskan di suhu 700C dan 400C. Hal ini menandakan suhu adalah salah satu factor yang mempengaruhi tinggi rendahnya viskositas. Suhu berpengaruh terhadap kekentalan dispersi protein, dimana dengan pemberian panas yang tidak berlebih dapat menyebabkan terbentuknya progel yang kekentalannya menurun, tetapi akan meningkat setelah didinginkan (Kinsella,1979)
Adanya pengaruh pemanasan terhadap jumlah endapan putih telur juga membuat bertambahnya jumlah endapan yang terbentuk semakin tinggi suhu pemanasan, endapan yang terbentuk semakn banyak. Tetapi pemanasan membuat kejernihan berkurang. Hal ini dikarenakan ditempratur yang tinggi energy kinetic molekul protein meningkat sehingga terjadi getaran yang cukup kuat untuk merusak ikatan atau struktur sekunder , tersier dan kuartener yang menyebabkan terjadinya endapan dan membuat kejernihan putih telur berkurang.
Selain pemanasan, penambahan garam netral dan pelarut organic membuat timbulnya endapan diputih telur dan mempengaruhi tingkat kejernihan putih telur. Semakin tinggi konsentrasi garam netral yang ditambahkan endapan yang terbentuk semakin banyak tetapi tingkat kejernihannya semakin menurun. Hal ini dikarenakan kelarutan protein akan berkurang bila kedalam larutan protein ditambah garam. Pengendapan putih telur terjadi karena pengendapan ion garam untuk menghidrasi, sehingga terjadi kompetisi antara garam dengan molekulprotein untuk mengikat air, keadaan ini juga membuat tingkat kejernihan putih telur menurun.
Pemberian garam menurut Belitz dan Grosch (2009) menimbulkan pengaruh pada kelarutan protein. Pemberian yang terlampau sedikit (konsentrasi rendah) akan meningkatkan kelarutan protein (efek salting in) dengan menekan interaksi proteinprotein elektrostatik, sedangkan pemberian garam yang terlampau banyak (konsentrasi tinggi) akan menurunkan kelarutan protein (efek salting out) sebagai hasil dari kecenderungan hidrasi ion garam.
Penambahan garam dapat meningkatkan kelarutan protein disebabkan garam melemahkan interaksi di antara gugus protein yang berbeda muatan (Honikel 1989). Ion klorida (Cl-) garam akan berikatan dengan gugus positif protein menyebabkan muatan total protein menjadi negatif sehingga terjadi gaya tolakmenolak di antara gugus protein tersebut karena memiliki muatan yang sama. Gaya repulsif mengakibatkan ruang di antara protein yang berdekatan, seperti miofibril
Sedangkan semakin banyak pelarut organic yang ditambahkan membuat endapan yang terbentuk semakin banyak tetapi putih telur tetap jernih. Hal ini terjadi karena saat penambahan pelarut organic dapat mengubah (mengurangi ) konstanta dielektrikdari air sehingga kelarutan berkurang karena interaksi antar molekul protein lebih disukai dibandingkan antara molekul protein dengan air. menyebabkan timbulnya endapan dan tetap terjaganya tingkat kejernihan putih telur.
 Menurut  Sumardjo (2006)  kelarutan protein dalam pelbagai pelarut (air, alcohol, dan garam encer) berlainan. Protein yang kaya akan radikal-radikal nonpolar bebas lebih mudah larut dalam campuran alcohol-air daripada dalam air. Protein yang miskin akan radikal-radikal polar bebas cenderung untuk mengendap dengan penambahan sedikit alcohol. Protein tidak larut dalam air tetapi kaya akan radikal-radikal yang bermuatan dan mudah larut dalam garam-garam netral.
Seperti halnya pemanasan yang mempengaruhi viskositas putih telur, penambahan pelarut organic juga mempengaruhi viskositas putih telur. Hal ini terjadi karena pelarut organic dapat mendenaturasi protein di putih telur, protein yang terdenaturasiakan berkurang kelarutannya. Lapisan hidrofobik protein di bagian dalam berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat kedalam sehingga viskositas akan bertambah karena molekul menjadi asimetrik dan mengembung. Pelipatan atau pembalikkan akan terjadi bila protein mendekati pH isoelektris lalu protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang menjadi asimetrik, sudut putaran optis larutan protein juga akan meningkat (Winarno, 1992)Sedangkan pada penambahan garam netral tidak mempengaruhi viskosita putih telur karena muatannya netral.
KESIMPULAN
Dari beberapa percobaan yang dilakukan diketahui bahwa pemanasan dan penambahan pelarut organik berpengaruh terhadap peningkatan viskositas putih telur sedangkan penambahan garam netral tidak berpengaruh terhadap viskositas. Sedangkan timbulnya endapan dipengaruhi pemanasan, penambahan garam netral dan pelarut organik. Untuk kejernihannya pengaruh pemanasan sangat menurunkan kejernihan putih telur berbeda dengan penambahan garam netral dan pelarut organik yang tidak terlalu berpengaruh terhadap kejernihan putih telur.
DAFTAR PUSTAKA
Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Springer Verlag Berlin.
Girinda, A.1990.Biochemistry. Printia Hall, New York
Honikel, K.O. 1989. The meat aspects of water and food quality. In : Hardman, T.M. (Ed). Water and Food Quality. Elsevier Applied Science, London.
Kinsella, J. E. 1979. Functional Properties of Soybean Protein. J. Amer. Oil.Chem. Soc. 56 : 242-257.
Poejiadi, A.1994.Biokimia.UI-Press, Jakarta.
Sumardjo, D., 2006. Pengantar Kimia.Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Winarno, F.G.1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Wirahadikusumah, Muhamad. 2008. Biokimia : Protein, enzyme, dan Asam Nukleat. ITB, Bandung.
Wolf, W. J. and J.C. Cowan. 1996. Soybean as a Food Source. CRC Press, Ohio.
Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

1 komentar: