William Soerjadjaja
(lahir di Majalengka,
23 Desember 1923 – meninggal
di Jakarta, 2 April 2010
pada umur 86 tahun) adalah seorang pengusaha Indonesia yang menjadi terkenal
karena suksesnya membangun PT Astra Internasional,
sebuah perusahaan besar di Indonesia. William dikenal dengan sebuatan "Oom
Willam".
William
Soerjadjaja
|
|
Informasi
pribadi
|
|
Lahir
|
|
Meninggal
|
|
Suami/istri
|
Lily
Anwar
|
Anak
|
Masa kecil
William dilahirkan dengan nama Tjia Kian Liong,
sebagai anak kedua dari enam bersaudara. Namun di antara saudara-saudaranya, ia
adalah anak laki-laki yang pertama.Kedua orangtuanya meninggal pada waktu ia berusia 12
tahun.Ayahnya meninggal dunia pada Oktober 1934,
disusul oleh ibunya pada Desember 1934. William, dalam usia
yang masih sangat muda, melanjutkan usaha ayahnya, berjualan hasil bumi.Ia
tampaknya mewarisi bakat dagang ayahnya.
Sewaktu
bersekolah di HCZS (Hollands Chinesche Zendingsschool) di Kadipaten, pada masa penjajahan Belanda, ia
sempat tidak naik kelas. Namun karena ketekunannya, ia berhasil melanjutkan
pendidikannya ke MULO di Cirebon. Namun kembali ia tinggal kelas.
Dari pelajaran-pelajaran yang diberikan di sekolah, William paling menyukai
pelajaran ekonomi dan tata
buku. Dengan kedua pelajaran inilah ia membangun seluruh usahanya
Menikah dan berkeluarga
William kemudian pindah ke Kota Bandung, disana ia bertemu dengan jodohnya, Lily
Anwar, dan mereka menikah pada 15 Januari 1947.Pernikahan
mereka berlangsung dengan sangat sederhana.
"Kami ke kantor catatan sipil naik becak. Kami menikah
tanpa dihadiri tamu undangan. Kami pun hanya mengenakan baju biasa saja.
Benar-benar sangat sederhana. Tidak ada tukang potret yang hadir, itu sebabnya
kami tidak punya potret pernikahan. Setelah selesai nikah, kami pulang ke Jalan
Merdeka naik becak lagi," begitu kisah William.
Pernikahan ini dikaruniai empat orang anak, yaitu Edward Soeryadjaja
(17 Juli 1942), Edwin Soeryadjaya (21 Mei 1948), Joyce (14 Agustus 1950),
dan Judith (14 Februari 1952).
Belum dua minggu menikah, William berangkat untuk belajar di Belanda untuk mempelajari ilmu penyamakan kulit.
Ia lalu mendirikan pabrik penyamakan kulit pada tahun 1949. Tahun 1948,
ketika Edward lahir, kedua pasangan ini hidup dengan berjualan kacang dan rokok
yang dikirim dari Bandung.
Mereka hidup dengan penuh perjuangan, kerja keras, dan doa. Dalam kehidupan
yang sangat sederhana, mereka masih dapat menyewa satu kamar di sebuah hotel di
Amsterdam.
Pola hidup hemat ini tampak jelas ketika pada suatu kali
keluarga muda ini pergi ke Basel, Swiss.
Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti,
bubur, dan susu
untuk berhemat. Bulan Februari 1949
keluarga William kembali ke Indonesia.
PERJALANAN BISNIS
William Soeryadjaya adalah pendiri PT Astra Internasional,
seorang pekerja keras, ulet dan pantang menyerah untuk membangun kerajaan
bisnisnya.Bagaimanakah kisah perjalanan bisnis taipan ulung anak pedagang
Majalengka yang bernama Asli Tjia Kian Liong itu? Bisnis yang dilakoni pria kelahiran
Majalengka, Jawa Barat, 20 Desember 1922, itu sesungguhnya diawali dengan penuh
pahit dan getir. William telah menjadi yatim piatu pada usia 12 tahun.
Menginjak usia 19 tahun, sekolahnya di MULO, Cirebon, putus di tengah jalan. Ia
kemudian banting setir menjadi pedagang kertas di Cirebon.Selain berdagang
kertas, William muda juga berdagang benang tenun di Majalaya. Tak begitu lama,
ia beralih menjadi pedagang hasil bumi, seperti minyak kacang, beras, dan gula.
"Dengan berdagang, saya dapat membantu kehidupan saudara-saudara
saya," ujar anak kedua dari lima bersaudara keluarga pedagang ini, suatu
ketika.
Dari perolehan hasil berdagang itu, William muda lalu
melanjutkan studinya ke Belanda, dengan masuk ke Middlebare Vakschool V/d Leder
& Schoen Industrie Waalwijk, sekolah industri yang mengajarkan penyamakan
kulit. Begitu kembali ke Tanah Air tahun 1949, William mendirikan industri
penyamakan kulit, yang kepengurusannya dia serahkan kepada seorang kawannya.
Tiga tahun kemudian, William mendirikan CV Sanggabuana, bergerak di bidang perdagangan dan
ekspor-impor. Cuma cilakanya, dalam menggeluti bisnis ini, ia ditipu rekannya. "Saya
rugi jutaan DM," ujar William.
Lima tahun kemudian, atau tepatnya tahun 1957, bersama Drs
Tjia Kian Tie, adiknya, dan Lim Peng Hong, kawannya, William mendirikan PT
Astra Internasional Inc. Bisnis perusahaan barunya ini pada mulanya hanya
bergerak dalam pemasaran minuman ringan merek Prem Club, lalu ditambah dengan
mengekspor hasil bumi. Dalam perkembangan berikutnya, lahan garapan usaha astra
meluas ke sektor otomotif, peralatan berat, peralatan kantor, perkayuan, dan
sebagainya. Astra tumbuh bak "pohon rindang", seperti yang
ditamsilkan William sendiri.
Keberhasilan Astra ketika itu, diakui William, tidak
terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin
sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun
1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet.
Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi
besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak
pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dollar, dari Rp 141 menjadi
Rp 378
per dollar AS.
per dollar AS.
"Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami," ujar
Oom Willem, panggilan akrabnya, kala itu. Sejak itu pula Astra kerap ditunjuk
sebagai rekanan pemerintah dalam menyediakan berbagai sarana pembangunan.
Dalam perjalanan selanjutnya, Astra tak hanya sebatas
memasok, tetapi juga mulai merakit sendiri truk Chevrolet. Lalu, mengageni dan
merakit alat besar, Komatsu, mobil Toyota, dan Daihatsu, sepeda motor Honda,
dan mesin fotokopi Xerox. Yang berikutnya pula, akhirnya lahan usaha yang baru
ini menjadi "mesin uang" dari PT Astra Internasional Inc.
Masih ada satu bisnis Astra yang lain, yaitu agrobisnis.
Astra yang omzetnya pada tahun 1984 mencapai 1,5 miliar dollar AS masuk ke
agrobisnis dengan membuka kawasan pertanian kelapa dan casava seluas 15.000
hektar di Lampung. Namun, bukanya tanpa alasan Astra masuk ke sektor
agrobisnis. "Agrobisnis yang mengusahakan peningkatan produksi pada sektor
pertanian itu merupakan gagasan pemerintah yang patut ditanggapi berbagai
kalangan wirausahawan Indonesia," kata William dalam ceramahnya di
Universitas Katholik Parahyangan tahun 1984.
Selain hanya berceramah
mengenai bisnis Willian juga mendirikan Institut Manajemen Prasetiya Mulia,
sekolah para manajer. Untuk mendirikan
Institut Manajemen Prasetiya Mulia, sekolah para manajer, pada November 1984
William menjual Tanahnya di kawasan Cilandak dengan harga murah.
Pada tahun itu juga Astra membeli Summa Handelsbank Ag,
Deulsdorf, Jerman. Pengelolaan bank yang tak ada kaitannya dengan bisnis Astra
ini diserahkan kepada putra tertuanya, Edward Soeryadjaya, sarjana ekonomi
lulusan Jerman Barat.
Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi
rata dengan Edward. Cuma, sayangnya, Edward kurang berhati-hati dalam
menjalankan roda usaha perbankan itu. Edward terlalu royal dalam mengumbar
kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan
untuk melunasinya, terpaksa William melepas kepemilikannya di Astra.
William pasrah. Ia selalu kembalikan kepada Tuhan. Ia selalu
berpegang pada prinsip: Manusia berusaha, Tuhan menentukan. Yang paling penting
baginya ketika itu adalah nasib para karyawan dan nasabah Bank Summa. Ia
teramat sedih membayangkan pegawai sebanyak itu harus kehilangan mata
pencahariannya. Oleh karenanya ia rela menjual saham-sahamnya di Astra guna memenuhi
kewajiban Bank Summa.
Banyak spekulasi yang berkembang ketika Oom Willem terpaksa
menjual sahamnya di Astra. Spekulasi yang banyak diyakini
orang adalah adanya rekayasa pemerintah untuk menjatuhkan Oom Willem. Namun,
Oom Willem sendiri tidak pernah merasa dikorbankan oleh sistem. Semua itu
dianggapnya sebagai konsekuensi bisnis. Ia tidak mau larut dalam tekanan
spekulasi dan keluhan. Melainkan ia pasrah dengan tulus kepada kehendak Tuhan.
Dengan ketulusan itu pula, ia terus melangkah maju ke depan dengan pengharapan
yang hidup. Dan, kini, salah satu kepeduliannya yang terbesar adalah bagaimana
Astra dapat terus berperan sebagai agen pertumbuhan ekonomi nasional, yang
antara lain dapat membuka lapangan kerja lebih luas.
Memang, membuka
lapangan kerja, adalah salah satu impiannya yang tetap membara dari dulu hingga
kini. Sebuah impian dan obsesi yang dilandasi kepeduliannya kepada sesama.
"Salah satu hasrat saya dari dulu adalah membuka lapangan kerja,"
katanya. Apalagi kondisi Indonesia saat ini, yang dilanda krisis ekonomi, yang
berakibat bertambahnya pengangguran.
Impian inilah yang
mendorong Omm Wilem membeli 10 juta saham PT Mandiri Intifinance. Di sini, ia
mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke dalam pengembangan usaha petani-petani
kecil dan small and medium enterprises (usaha-usaha kecil dan menengah). Agar
dapat menciptakan lapangan-lapangan kerja baru dan meningkatkan daya beli
masyarakat, yang pada akhirnya akan mengangkat bangsa ini dari keterpurukan.
William semasa kejayaannya
di Astra pernah menulis suatu tulisannya
di harian Suara Karya, "Peranan Pengusaha Besar Dalam Kerja Sama dengan
Pengusaha Kecil demi Suksesnya Pelita IV", mengetengahkan bentuk-bentuk
kerja sama antara yang besar dan yang kecil. Misalnya, menjadikan perusahaan
besar sebagai market dari perusahaan kecil dalam bentuk leadership dan menjadi
perusahaan kecil sebagai bagian dari service network produk perusahaan besar.
Kekayaan yang berlimpah
juga menempatkan William dalam komunitas terhormat dalam dan luar negeri. Ia
menjadi orang pertamaAsia yang menjadi anggota dewan penyantun The Asia Society
yang didirikan oleh John D. Rockefeller III di new York, AS (1956). William
juga tercata menjadi orang luar AS yang menjadi anggota dewan penasihat School of
Business Administration, University of Southern California. Dalam bidang
politik, ia aktif di Golkar
William juga seorang visioner yang seakan
mengerti ke mana bisnis akan bergerak. Ia juga adalah salah satu pelopor
modernisasi industri otomotif nasional. Ia membangun jaringan bisnis dengan
core product di sektor otomotif. Namun, memang, pertumbuhan bisnisnya tidak
pernah lepas dari campur tangan pemerintah.
Keberhasilannya dalam
berbisnis menjadikan ia menduduki banyak jabatan penting di sejumlah
perusahaan, terutama yang berbasis otomotif. William menjadi orang pertama Asia
yang menjadi anggota Dewan Penyantun The Asia Society yang didirikan John D
Rockefeller III di New York, AS, tahun 1956
William Soeryadjaya,
pendiri PT Astra Internasional Inc (sejak tahun 1990, Tbk), meninggal dunia
hari Jumat (2/4/2010) pukul 22.43 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta Selatan.
William sebelumnya beberapa kali dirawat karena sakit. Terakhir, ia dirawat
tanggal 10 Maret dan sejak hari Kamis (1/4/2010) dirawat di unit rawat intensif
(ICU). Jenazah disemayamkan di rumah duka RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat,
hingga Senin (5/4/2010).
Tim
Narasi.2009.100 Tokoh yang Mengubah Dunia.Yogyakarta:NARASI
KOMENTAR
Dari
autobiografi mengenai William
Soerjadjaja diatas terlihat bahwa beliau merupakan seorang pengusaha yang
sangat hebat yang dapat mengawali usahanya tanpa dengan modal yang pas-pasan
bersama adiknya. Beliau merupakan orang yang pekerja keras. Hal ini terlihat
dari perjuangannya dari semasa muda setelah ditinggal kedua orang tuanya
diusianya yang masih begitu muda dan harus bekerja keras membiayai kehidupannya
dan keluarganya, dengan meneruskan pekerjaan ayahnya menjual hasil bumi. Sifat
lain yang sangat terlihat dari pribadi William Soerjadjaja adalah keuletannya
dalam membangun usaha walaupan dengan berbagai ujian yang harus dihadapinya
salah satunya saat beliau ditipu taman kerjanya dan harus merelakan hasil jerih
payahnya hilang begitu saja, tetapi beliau mampu bangkit dari hal itu dengan
mulai membangun usaha lain.
Beliau juga sosok yang sederhana,
hal itu terlihat dari kehidupannya pada
saat beliau dan keluarganya pergi ke Basel,
Swiss.
Dalam perjalanan yang berlangsung satu minggu itu mereka hanya hidup dengan roti,
bubur,
dan susu
untuk berhemat
Hal lain yang patut dipuji dari sikap William yaitu semasa
kejayaannya di Astra beliau sangat peduli terhadap rekannya, pengusaha kecil. Hal
tersebut terlihat dari tindakannya mengumpulkan dana untuk diinvestasikan ke
dalam pengembangan usaha petani-petani kecil dan small and medium enterprises
(usaha-usaha kecil dan menengah). Agar dapat menciptakan lapangan-lapangan
kerja baru dan meningkatkan daya beli masyaraka. Selain pengusaha kecil beliau
juaga sangat peduli terhadap nasib para karyawannya, hal ini terlihat dari
keputusannya untuk melepaskan kepemilikannya di Astra demi untuk melunasi
hutang-hutang anaknya di Bank Suma agar para karyawan di bank tersebut tetap
mempunyai pekerjaan.
Selain berbisnis,
Wiliam juga peduli pada dunia pendidikan, khususnya yang berorientasi pada
pengembangan SDM bisnis. Hal ini terlihat dari keputusannya untuk menjual tanahnya
di kawasan Cilandak dengan harga murah untuk mendirikan Institut Manajemen
Prasetiya Mulia, sekolah para manajer, pada November 1984.
Beliau juga mempunyai
sifat religious yang sangat terlihat, yaitu dari pernyataannyan bahwa keberhasilan
yang diperolehnya , selain kerja kerasnya bersama semua karyawan, juga berkat
rahmat dari Tuhan, bukan semata dari diri saya pribadi. Pernyataan tersebut
juga menggambarkan sosok beliau sebagai pribadi yang bersahaja dan rendah hati
Dari beberapa pendapat saya mengenai sosok
seorang William Soerdjajaja dapat saya simpulkan bahwa beliau merupakan seorang
yang pantang menyerah, ulet, sederhana, baik hati, peduli terhadap sesama dan
juga pendidikan di Indonesia, mempunyai sifat yang religious, bersahaja dan
juga rendah hati. Selain itu pelajaran lain yang dapat saya petik dari kisah
perjalanan hidup dan usaha seorang William Soerjadjaja adalah janganlah takut
dalam memulai usaha, walaupun dalam memuali uasaha tidaklah mudah karena pasti
akan dipenuhi berbagai rintangan yang menghadang serta jatuh bangunnya usaha,
tetapi tetaplah berjuang dalam membangun usaha itu dengan tanpa melupakan orang
sekitar yang membantu kita serta selalu berdoa dan bersyukur terhadap Tuhan
terhadap apa yang terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar