my cat


Minggu, 09 Juni 2013

MACAM-MACAM BENTUK GRANULA PATI

Menurut Winarno (1980) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.. Baik amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer α-D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel (Parker, 2003).
Amilosa
Amilosa merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4-glikosidik dengan struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa berkisar antara 105-106 Da dengan derajat polimerisasi yang mencapai kisaran 500-6000 (Colonna dan Buleon, 1992). Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik
Amilopektin
Amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama adalah ikatan α-1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang adalah ikatan α-1,6-glikosidik (Young, 1984). Amilopektin mempunyai ukuran molekul yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai 107-109 (Colonna dan Buleon, 1992) dan derajat polimerisasi 3 x 105- 3 x 106 (Zobel, 1988)
Proporsi amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-beda demikian juga dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya. Umumnya, pati memiliki proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa. Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber pati biasanya berkisar antara 20-30% dan amilopektin 70-80% (Chaplin, 2006). Adanya perbedaan karakteristik granula pati akan sangat berpengaruh pada sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional pati. Viskositas, ketahanan terhadap pengadukan, gelatinisasi, pembentukan tekstur, kelarutan pengental, kestabilan gel, cold swelling dan retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta ukuran granula pati.
Molekul amilosa dan amilopektin menyusun granula pati dengan pola tertentu (Jane, 2006). Struktur amilosa yang lurus cenderung berada pada bagian amorphous dari granula pati. Sementara itu, amilopektin yang dapat membentuk struktur double heliks bertanggung jawab terhadap bagian kristalin granula pati. Rantai-rantai samping amilosa dan amilopektin yang berdampingan dapat saling berinteraksi sehingga memberikan integritas pada granula pati yang disusunnya
Struktur amilosa-amilopektin yang berbeda menyebabkan daya cerna yang berbeda. Amilosa mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula pati yang lebih banyak kandungan amilosanya, mempunyai struktur yang lebih kristalin. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna. Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer, 1973). Amilopektin mempunyai struktur bercabang, ukuran molekul lebih besar dan lebih terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna (Rimbawan dan Siagian, 2004).
Struktur granula pati terdiri dari kristal dan bukan kristal. Kristal merupakan perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati asli tidak dapat larut dalam air dingin. Ketika pati murni dipanaskan dalam air, granula akan mengembang dan strukturnya hancur (gelatinisasi). Proses penghilangan kristal oleh panas dan air tersebut disebut proses gelatinisasi. Hilangnya kristal tersebut dapat membantu terjadinya proses puffing agar lebih optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan dapt lebih renyah/krispi. Ketika pengembangan tidak terjadi secara optimal, akan dihasilkan produk akhir yang keras atau bantet. Granula pati yang mengalami gelatinisasi dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992). Pengembangan pada granula pati bersifat dapat balik dan tidak dapat balik.
Peningkatan volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55–65oC merupakan pembengkakan granula pati yang dapat kembali ke kondisi semula. Granula pati dapat dibuat  membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula ketika pati dipanaskan di atas suhu gelatinisasi.
Tabel 1. Karakteristik gelatinisasi berbagai pati
Pati
Karakteristik Gelatinasi Berbagai sumber pati
Suhu Gelatinasi (0C)
Viskositas Maksimum (BU)2
Swelling Power (%) pada 95 0C
Ubi Kayu
65-70
1200
71
Sagu
65-70
100
97
Gandum
80-85
200
21
Jagung
75-80
700
24
Sorghum
75-80
700
22
Beras
70-75
500
19
Kentang
60-65
3000
1153

Sumber: Swinkels
Pati yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi sangat sukar menggelatinisasi karena molekul amilosa cenderung berada dalam posisi sejajar, sehingga gugus-gugus hidroksilnya dapat berikatan dengan bebas dan pati akan membentuk kristal agregat yang kuat (Anonim 1983; Fardiaz dan Afdi 1989; Ahmad 2009). Sebaliknya, pati yang memiliki komponen amilopektin tinggi sangat sukar untuk berikatan sesamanya karena rantainya bercabang, sehingga pati yang amilopektinnya tinggi sangat mudah mengalami gelatinisasi tetapi viskositasnya tidak stabil
Perbandingan amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Pati yang lebih banyak mengandung amilosa bersifat lebih resisten terhadap pencernaan pati dibandingkan dengan pati yang lebih banyak mengandung amilopektin karena struktur linier amilosa yang bersifat kompak (Rashmi dan Urooj, 2003).
Tabel Kandungan amilosa dan amilopektin berbagai jenis pati
Sumber Pati
Amilosa (%)
Amilopektin (%)
Sagu
27
73
Jagung
28
72
Beras
17
83
Kentang
21
79
Gandum
28
72
Ubi Kayu
17
83
Sumber : Herlina dalam Noerdin (2008)
Menurut Belitz dan Grosch (1999) pengaturan dan susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam granula pati bersifat khas untuk setiap sumber pati sehingga akan menentukan bentuk dan ukuran granula. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Macam – macam bentuk granula pati umumnya adalah bulat, lonjong, ataupun bersegi banyak. Ukuran granula pati umumnya berkisar antara 1 mikron sampai 100 mikron.
Berikut ini adalah berbagai tabel tentang sumber pati, perbedaan bentuk granula pati, serta sifat-sifat fisik dan kimianya.
Tabel 1. Gambar sifat fisik dan kimia berbagai jenis pati
Jenis Pati
Bentuk Granula
Ukuran Granula (μm)
Kandungan (rasio)
Suhu gelatinisasi (0C)
amilosa
amilopektin
Arrowroot
Oval
10.05±0.32
19
81
72.7-75.9
Oats
-
-
27
73
56-62
Sorghum

21-34
66-79
69-75
Gandum
Elips
2-35
25
75
52-85
Sagu
Elips agak terpotong
20-60
27-23
73
-
Ubi Jalar
Poligonal
16-25
18
82
88.5
Kentang
Bundar
15-100
24
76
58-65
Pati jagung
Polygonal
5-25
26
74
62-80
Sumber : Belitz dan Grosch (1999)
            Setiap jenis pati dari berbagai sumber yang berbeda seperti dari jagung (Zea mays) kemudian kentang (Solanum tuberosum L.), beras (Oryza sativa), sagu (Metroxylon sp.), tapioka (Manihot Utillisima) dan gandum (Triticum sp.) memiliki sifat fisik dan sifat kimia yang berbeda- beda. Hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam uraian di bawah ini
1.      JAGUNG (Zea mays)
Granula pati jagung adalah membulat dan bersegi banyak, ukurannya antara 3 – 26 μm, hilum pada granula terletak di tengah. Pati jagung komersial berwarna biru bila diberi Iodin.
Dibanding sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74- 76% amilopektin dan 24-26% amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20% amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa di samping pati. Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy hampir tidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung manis mengandung 22,8% amilosa.
Tabel 1. Kandungan amilosa, daya pengembangan, dan nisbah kelarutan air.
Pati jagung
Amilosa (%)
Daya absorpsi (g/g) (oC)
Kelarutan (%)
(oC)
Jagung normal
15,3-25,1
14,9-17,9 (90)
12,5-20,3 (90)
Waxy
0
30,2 (90)
10,5 (90)
Amilomize
42,6-67,8
6,3 (95)
12,4 (95)
Jagung manis
22,8
7,8 (90)
6,3 (90)
Sumber: Singh et al. (2005)
            Dibandingkan dengan beras kandungan amilopektin pati jagung lebih sedikit hal ini menunjukkan daya gelatinasi dari pati beras lebih tinggi dibandingkan dengan pati jagung, begitu halnya jika dibandingkan dengan pati ubi kayu dan kentang jagung daya gelatinasinya lebih rendah walaupun tidak berbeda jauh. Jika dibandingkan dengan sagu ataupun gandum memiliki kandungan amilopektin yang relative sama. 

2.      KENTANG (Solanum tuberosum L.)
Pati kentang adalah pati yang diekstrak dari kentang. Untuk mengekstrak pati, kenatng dilumatkan sehingga butiran pati yang terlepas dari sel-sel. Pati tersebut kemudian dibersihkan dan dikeringkan menjadi bubuk. Pati kentang adalah jenis pati yang telah dimurnikan, mengandung jumlah protein dan lemak yang minimum. Hal ini membuat bubuknya menjadi warna putih bersih. Pati yang telah dimasak memiliki ciri khas rasa netral, kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat yang tinggi, tekstur baik dan kecenderungan minim terjadinya busa atau perubahan warna menjadi kuning pada larutan tersebut.
Adapun sifat fisik kimia pati kentang adalah sebagai berikut :
·         ukuran granula 12-100 µm
·         rasio amilosa/amilopektin adalah 23% amilosa dan 77% amilopektin
·         bentuk granula bundar
·         Kristanilitas 25%
·         Suhu gelatinisasi 58-66oC
Granula pati kentang adalah yang terbesar ukurannya di antara pati – pati komersial, yaitu antara 5 – 100 μm. Bentuknya kentang adalah bulat telur, granulanya mempunyai hilum terletak di dekat ujung. Granula ini juga menunjukkan keberadaan striasi.
            Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati. Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah konsentrasi 20%, makin tinggi konsentrasinya gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa saat viskositasnya akan turun. Tiap jenis pati memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda-beda antara lain: jagung 620-700C, beras 680-780C, gandum 54,50-640C, kentang 580-660C, dan tapioca 520-640C.
3.      BERAS (Oryza sativa)
Sebagaimana bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar 80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron), mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket). Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras (Winarno, 1992). Granula pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 μm), berbentuk poligonal dan cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal..  Beras memiliki warna yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras merupakan tanaman yang secara intensif dibudidayakan oleh petani. Di samping itu, lebih dari seratus varietas padi telah berhasil dirakit oleh para pemulianya dalam satu dekade terakhir ini. Varietas-varietas tersebut memiliki sifat agronomis maupun kualitas rasa nasi yang sangat beragam sesuai dengan kondisi alam dan preferensi masyarakat Indonesia (Suprihatnoet al. 2010). Sifat nasi sangat ditentukan oleh kadar amilosa beras. Berdasarkan kadar amilosa, beras dikelompokkan menjadi: (a) beras ketan dengan kadar amilosa <10%, (b) beras beramilosa rendah dengan kadar 10-20%, (c) beras beramilosa sedang dengan kadar 20-25% dan (d) beras beramilosa tinggi dengan kadar >25%(Indrasari et al. 2008). Makin tinggi kadar amilosa makin pera tekstur nasinya.
4.      SAGU (Metroxylon sp.)
Granula pati sagu native memiliki bentuk oval dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran granula yang besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat mengalami gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang tinggi. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis pati lainnya, granula pati sagu mempunyai ukuran yang relatif besar yaitu mencapai rata-rata 24.8μm (Yiu et al, 2008) atau 25 μm (Wattanachant et al, 2002)
Pati sagu memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan pati lain. Namun demikian, pati sagu mempunyai karakteristik yang lebih mendekati karakteristik pati umbi-umbian yaitu memiliki ukuran granula yang besar (Yiu et al, 2008), memiliki indeks pembengkakan (swelling power) dan kelarutan (solubility) yang tinggi (Wattanachant et al.,2002) serta karakteristik gelatinisasi tipe A (mempunyai puncak viskositas tinggi, namun akan menurun dengan tajam pada saat dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (95oC)).
Pati dengan tipe A cenderung tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga pati sagu native kurang dapat diaplikasikan untuk proses pengolahan yang menggunakan panas dan pengadukan untuk pembentukan teksturnya. Modifikasi yang dilakukan pada pati sagu native diharapkan dapat merubah karakteristiknya sehingga dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai produk pangan. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tanaman sagu terdiri atas berbagai spesies dan berbagai jenis (varietas) yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik sagu yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik pati sagu juga akan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya.
Pati sagu merupakan hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua (berumur 8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati sagu adalah 73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998).  Pati sagu memiliki karakteristik seperti yang dijelaskan Ahmad and Williams (1998) yaitu berbentuk elips memiliki ukuran granula rata-rata 30 µm (20-60 µm) , kadar amilosa 27%± 3 dan kadar amilopektin 73%, suhu gelatinisasi pati rata-rata 700C (60-720C), entalpy gelatinisasi 15-17 J/g, dan termasuk tipe C pada pola X-ray difraction. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu tertentu (suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada daya tarik- menarik antara molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk kedalam pati tersebut dan pati akan membengkak(mengembang). Granula pati dapat membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Adapun sifat fisikimia pati sagu adalah sebagai berikut :
·         Bentuk granula elips agak terpotong
·         Ukuran granula 20-60 µm
·         Rasio amilosa 27% dan amilopektin 73%.
·         Suhu gelatinisasi 52-64oC
·         Entalpy gelatinisasi 15-17 J/g.
·         Termasuk tipe C pada pola X-ray difraction
Granula pati sagu memiliki bentuk yang bervariasi dari bulat, lonjong (oval) hingga berbentuk oval terpotong. Khusus bentuk oval terpotong, diduga bukan merupakan bentuk alami, tetapi lebih disebabkan karena rusaknya granula akibat proses pengecilan ukuran empulur sagu dalam proses ekstraksi pati. Hal ini ditunjukkan pada pengamatan mikroskopis, dimana ketika dilakukan pemanasan granula dengan bentuk oval terpotong langsung mengalami amylose leaching. Ukuran granula pati sagu berkisar antara 5-62,5 μm.
5.      TAPIOKA (Manihot Utillisima)
Singkong merupakan tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Bagian dari ubi singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa silinder, kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe dan Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15 cm. Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Menurut Moorthy (2004), granula tepung tapioka menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan oval. Febriyanti (1990) mendapati ukuran granula pati dari beberapa varietas tepung singkong berada pada kisaran 3-25 μm. Rata-rata ukuran granula tepung tapioka dalam penelititan ini menunjukan nilai yang tidak berbeda dengan studi terdahulu, yaitu sekitar 3-40 μm. Sriroth et al., (1999) melaporkan bahwa ukuran granula pati dari singkong yaitu sekitar 8-22 μm, dengan rata-rata ukuran granula yaitu 15 μm (14 bulan masa panen) dan 12 μm (16 bulan masa panen). Perbedaan ukuran granula dapat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu panen singkong.
Granula pati tapioka berbentuk bulat dan bulat seperti terpotong pada salah satu sisi membentuk seperti drum ketel. Ukuran granula pati tapioka sekitar 4 – 5 μm, banyak granula – granula menunjukkan keberadaan hilum di bagian tengahnya. Pati singkong atau tapioka memiliki suhu gelatinisasi yang sangat rendah, lebih rendah dari pati umbi-umbian yang lain maupun pati sereal.
Menurut Grace (1977), kadar pati tepung tapioka sekitar 85%. Sementara itu, Abera dan Rakshit (2003) melaporkan jumlah kadar pati dari tiga varietas singkong (CMR, KU50, dan R5) yang diolah dengan cara yang berbeda (penggilingan basah dan penggilingan kering) yaitu sekitar 96-98%. Proses penggilingan kering pada pembuatan tepung tapioka dapat menghilangkan kadar pati sebesar 13-20%. Selain itu, kadar pati juga dapat berkurang karena partikel-partikel pati yang berukuran kecil ikut terbuang bersama partikel serat halus selama proses pencucian pati.
Menurut Moorthy (2004), kadar amilosa tepung tapioka berada pada kisaran 20-27% mirip dengan pati tanaman lain, sedangkan kadar amilosa pada singkong sekitar 18-25%. Variasi kadar amilosa tergantung dari varietas singkong. Sementara itu, menurut Pomeranz (1991), kadar amilosa tepung tapioka yaitu sekitar 17%.
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Friedman, 1950; Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983 dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000), ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73°C, sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63°C.
Ketela pohon (Manihot Utillisima) mempunyai kemampuan untuk membentuk gel melalui proses pemanasan (90°C atau lebih) sebagai akibat pecahnya struktur amilosa dan amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela mampu menjebak udara dan air bebas. Pemecahan ikatan amilosa dan amolopektin akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih lanjut seperti peningkatan molekul air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan kristal, dan terjadi peningkatan viskositas (M.J. Deman, 1993).
Menurut Pomeranz (1991), suhu gelatinisasi tapioka berkisar antara 52- 64°C. Kadar air pada tapioka sekitar 10-12%. Perbedaan kadar air sampel dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, khususnya pada saat pengeringan. Pada industri rumah tangga, biasanya pengeringan dilakukan secara tradisional yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari, sedangkan pada industri besar, pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat pengering (dryer).
Menurut Meyer (1960) dalam Mulyandari (1992), derajat putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Secara umum partikel-partikel tapioka mempunyai tingkat keputihan sebesar 94.5%. Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) melaporkan bahwa proporsi yang tinggi pada rantai cabang amilopektin berkontribusi dalam peningkatan nilai swelling. Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) juga melaporkan bahwa terdapat korelasi negatif antara swelling power dengan kadar amilosa. Hal ini terjadi karena amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida dalam pati, sehingga dapat menghambat swelling. Menurut Pomeranz (1991), kelarutan pati akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati.
6.      GANDUM (Triticum sp.)
Gandum adalah sekelompok tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Pati gandum adalah zat tepung yang diperoleh dari biji gandum, yang digelatin pada suhu pemanasan yang rendah ketika memberntuk pasta masak yang lembut dan bertekstur halus. akhirnya akan menghasilkan gel yang lunak, lembut dan berwarna putih susu.
Adapun sifat fisikimia tepung gandum adalah sebagai berikut :
·         Bentuk granula elips.
·         Ukuran granula 2-35 µm.
·         Rasio amilosa 25% dan amilopektin 75%
·         Kristalinitas 36%.
·         Suhu gelatinisasi 53-65oC
Granula pati gandum tampak pipih, bulat, dan lonjong, dengan kecenderungan mengelompok menjadi dua macam ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2 – 10 μm, dan yang besar antara 20 – 35 μm. Ukuran granula patinya berkisar 2-35 mikron dan suhu gelatinisasi nya pada suhu 52-640C. Granula – granula pati gandum yang sudah mengalami gelatinisasi, tampak kempes karena sebagian besar penyusun terutama amilosa telah lepas keluar.
Granula pati gandum cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Ukuran normalnya adalah18 µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula yang lebih kecil berukuran 7-8 µm, secara umum berkisar 2-35 µm.Bentuk granula pati gandum adalah bulat (lonjong) cenderung berbentuk ellips. Rasio kadar amilosa dan amilopektinnyaadalah 1:3. Dengan kadar amilosa sebesar 25% dan kadar amilopektin sebesar 75%. 
            Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%, protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan 13-15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent Jones dan Amas, 1967). Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang.Karakteristik tepung terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai dalam butir serealia lain.





2 komentar: