Menurut
Winarno (1980) pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air
panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut
amilopektin.. Baik amilosa maupun amilopektin disusun oleh monomer α-D-glukosa
yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik. Perbedaan antara
amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada struktur
linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi
pada granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan
karakteristik fisik, kimia dan fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap
karakteristik gel karena kehadiran amilosa berpengaruh terhadap pembentukan gel
(Parker, 2003).
Amilosa
Amilosa
merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan
α-1,4-glikosidik dengan struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa
berkisar antara 105-106 Da dengan derajat polimerisasi yang
mencapai kisaran 500-6000 (Colonna dan Buleon, 1992). Banyaknya gugus hidroksil
yang terdapat dalam senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa
bersifat hidrofilik
Amilopektin
Amilopektin
merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada rantai utama
adalah ikatan α-1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang adalah
ikatan α-1,6-glikosidik (Young, 1984). Amilopektin mempunyai ukuran molekul
yang sangat besar dengan berat molekul yang mencapai 107-109 (Colonna
dan Buleon, 1992) dan derajat polimerisasi 3 x 105- 3 x 106 (Zobel,
1988)
Proporsi
amilosa dan amilopektin dari berbagai sumber pati berbeda-beda demikian juga
dengan bentuk dan ukuran granula yang disusunnya. Umumnya, pati memiliki
proporsi amilopektin yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan amilosa.
Kandungan amilosa pada kebanyakan sumber pati biasanya berkisar antara 20-30%
dan amilopektin 70-80% (Chaplin, 2006). Adanya perbedaan karakteristik granula
pati akan sangat berpengaruh pada sifat fisik, sifat kimia dan sifat fungsional
pati. Viskositas, ketahanan terhadap pengadukan, gelatinisasi, pembentukan
tekstur, kelarutan pengental, kestabilan gel, cold swelling dan
retrogradasi dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin serta ukuran
granula pati.
Molekul
amilosa dan amilopektin menyusun granula pati dengan pola tertentu (Jane,
2006). Struktur amilosa yang lurus cenderung berada pada bagian amorphous dari
granula pati. Sementara itu, amilopektin yang dapat membentuk struktur double
heliks bertanggung jawab terhadap bagian kristalin granula pati. Rantai-rantai
samping amilosa dan amilopektin yang berdampingan dapat saling berinteraksi
sehingga memberikan integritas pada granula pati yang disusunnya
Struktur
amilosa-amilopektin yang berbeda menyebabkan daya cerna yang berbeda. Amilosa
mempunyai struktur tidak bercabang sehingga amilosa terikat lebih kuat. Granula
pati yang lebih banyak kandungan amilosanya, mempunyai struktur yang lebih
kristalin. Dengan demikian amilosa sulit tergelatinisasi dan sulit dicerna.
Selain itu, amilosa juga mudah bergabung dan mengkristal sehingga mudah
mengalami retrogradasi yang bersifat sulit untuk dicerna (Meyer, 1973).
Amilopektin mempunyai struktur bercabang, ukuran molekul lebih besar dan lebih
terbuka sehingga lebih mudah tergelatinisasi dan lebih mudah dicerna (Rimbawan
dan Siagian, 2004).
Struktur
granula pati terdiri dari kristal dan bukan kristal. Kristal merupakan
perubahan sejumlah besar rantai glukosa yang mengalami pengikatan hidrogen
untuk membentuk area yang sulit bagi air dan enzim untuk menembus. Granula pati
asli tidak dapat larut dalam air dingin. Ketika pati murni dipanaskan dalam
air, granula akan mengembang dan strukturnya hancur (gelatinisasi). Proses penghilangan
kristal oleh panas dan air tersebut disebut proses gelatinisasi. Hilangnya
kristal tersebut dapat membantu terjadinya proses puffing agar lebih
optimal, sehingga produk akhir yang dihasilkan dapt lebih renyah/krispi. Ketika
pengembangan tidak terjadi secara optimal, akan dihasilkan produk akhir yang
keras atau bantet. Granula pati yang mengalami gelatinisasi dapat dibuat
membengkak luar biasa dan bersifat tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno, 1992).
Pengembangan pada granula pati bersifat dapat balik dan tidak dapat balik.
Peningkatan
volume granula pati yang terjadi di dalam air pada suhu 55–65oC merupakan pembengkakan
granula pati yang dapat kembali ke kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa dan bersifat tidak
dapat kembali lagi pada kondisi semula ketika pati dipanaskan di atas suhu
gelatinisasi.
Tabel 1.
Karakteristik gelatinisasi berbagai pati
Pati
|
Karakteristik
Gelatinasi Berbagai sumber pati
|
||
Suhu
Gelatinasi (0C)
|
Viskositas
Maksimum (BU)2
|
Swelling Power
(%) pada 95 0C
|
|
Ubi Kayu
|
65-70
|
1200
|
71
|
Sagu
|
65-70
|
100
|
97
|
Gandum
|
80-85
|
200
|
21
|
Jagung
|
75-80
|
700
|
24
|
Sorghum
|
75-80
|
700
|
22
|
Beras
|
70-75
|
500
|
19
|
Kentang
|
60-65
|
3000
|
1153
|
Sumber: Swinkels
Pati
yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi sangat sukar menggelatinisasi
karena molekul amilosa cenderung berada dalam posisi sejajar, sehingga
gugus-gugus hidroksilnya dapat berikatan dengan bebas dan pati akan membentuk
kristal agregat yang kuat (Anonim 1983; Fardiaz dan Afdi 1989; Ahmad 2009).
Sebaliknya, pati yang memiliki komponen amilopektin tinggi sangat sukar untuk
berikatan sesamanya karena rantainya bercabang, sehingga pati yang
amilopektinnya tinggi sangat mudah mengalami gelatinisasi tetapi viskositasnya
tidak stabil
Perbandingan
amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat
gelatinisasi pati. Semakin besar kandungan amilopektin maka pati akan lebih
basah, lengket dan cenderung sedikit menyerap air. Pati yang lebih banyak
mengandung amilosa bersifat lebih resisten terhadap pencernaan pati
dibandingkan dengan pati yang lebih banyak mengandung amilopektin karena
struktur linier amilosa yang bersifat kompak (Rashmi dan Urooj, 2003).
Tabel Kandungan amilosa
dan amilopektin berbagai jenis pati
Sumber
Pati
|
Amilosa
(%)
|
Amilopektin
(%)
|
Sagu
|
27
|
73
|
Jagung
|
28
|
72
|
Beras
|
17
|
83
|
Kentang
|
21
|
79
|
Gandum
|
28
|
72
|
Ubi
Kayu
|
17
|
83
|
Sumber : Herlina dalam
Noerdin (2008)
Menurut Belitz
dan Grosch (1999) pengaturan dan susunan molekul amilosa dan amilopektin dalam
granula pati bersifat khas untuk setiap sumber pati sehingga akan menentukan
bentuk dan ukuran granula. Struktur amilosa yang cenderung lurus sebagian besar
berada pada bagian amorphous dari granula pati dan sebagian kecil menyusun
bagian kristalin pati. Sementara itu, molekul amilopektin berperan sebagai
komponen utama penyusun bagian kristalin pati. Macam – macam bentuk granula
pati umumnya adalah bulat, lonjong, ataupun bersegi banyak. Ukuran granula pati
umumnya berkisar antara 1 mikron sampai 100 mikron.
Berikut ini adalah
berbagai tabel tentang sumber pati, perbedaan bentuk granula pati, serta
sifat-sifat fisik dan kimianya.
Tabel 1. Gambar sifat
fisik dan kimia berbagai jenis pati
Jenis Pati
|
Bentuk Granula
|
Ukuran Granula (μm)
|
Kandungan (rasio)
|
Suhu gelatinisasi (0C)
|
|
amilosa
|
amilopektin
|
||||
Arrowroot
|
Oval
|
10.05±0.32
|
19
|
81
|
72.7-75.9
|
Oats
|
-
|
-
|
27
|
73
|
56-62
|
Sorghum
|
–
|
21-34
|
66-79
|
69-75
|
|
Gandum
|
Elips
|
2-35
|
25
|
75
|
52-85
|
Sagu
|
Elips agak terpotong
|
20-60
|
27-23
|
73
|
-
|
Ubi Jalar
|
Poligonal
|
16-25
|
18
|
82
|
88.5
|
Kentang
|
Bundar
|
15-100
|
24
|
76
|
58-65
|
Pati jagung
|
Polygonal
|
5-25
|
26
|
74
|
62-80
|
Sumber : Belitz dan Grosch (1999)
Setiap jenis pati dari berbagai
sumber yang berbeda seperti dari jagung (Zea mays) kemudian kentang (Solanum tuberosum L.), beras (Oryza sativa), sagu (Metroxylon
sp.), tapioka (Manihot Utillisima) dan gandum (Triticum sp.) memiliki sifat fisik dan
sifat kimia yang berbeda- beda. Hal tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam
uraian di bawah ini
1.
JAGUNG (Zea mays)
Granula pati jagung
adalah membulat dan bersegi banyak, ukurannya antara 3 – 26 μm, hilum pada
granula terletak di tengah. Pati jagung komersial berwarna biru bila diberi
Iodin.
Dibanding
sumber pati lain, jagung mempunyai beragam jenis pati, mulai dari amilopektin
rendah sampai tinggi. Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan
sifat patinya, yaitu jenis normal mengandung 74- 76% amilopektin dan 24-26%
amilosa, jenis waxy mengandung 99% amilopektin, jenis amilomaize mengandung 20%
amilopektin atau 40-70% amilosa, dan jagung manis mengandung sejumlah sukrosa
di samping pati. Jagung normal mengandung 15,3-25,1% amilosa, jagung jenis waxy
hampir tidak beramilosa, jagung amilomize mengandung 42,6-67,8% amilosa, jagung
manis mengandung 22,8% amilosa.
Tabel
1. Kandungan amilosa, daya pengembangan, dan nisbah kelarutan air.
Pati
jagung
|
Amilosa
(%)
|
Daya
absorpsi (g/g) (oC)
|
Kelarutan
(%)
(oC)
|
Jagung
normal
|
15,3-25,1
|
14,9-17,9
(90)
|
12,5-20,3
(90)
|
Waxy
|
0
|
30,2
(90)
|
10,5
(90)
|
Amilomize
|
42,6-67,8
|
6,3
(95)
|
12,4
(95)
|
Jagung
manis
|
22,8
|
7,8
(90)
|
6,3
(90)
|
Sumber:
Singh et al. (2005)
Dibandingkan dengan beras kandungan
amilopektin pati jagung lebih sedikit hal ini menunjukkan daya gelatinasi dari
pati beras lebih tinggi dibandingkan dengan pati jagung, begitu halnya jika
dibandingkan dengan pati ubi kayu dan kentang jagung daya gelatinasinya lebih
rendah walaupun tidak berbeda jauh. Jika dibandingkan dengan sagu ataupun
gandum memiliki kandungan amilopektin yang relative sama.
2.
KENTANG
(Solanum
tuberosum L.)
Pati kentang adalah pati
yang diekstrak dari kentang. Untuk mengekstrak pati, kenatng dilumatkan
sehingga butiran pati yang terlepas dari sel-sel. Pati tersebut kemudian
dibersihkan dan dikeringkan menjadi bubuk. Pati kentang adalah jenis pati yang
telah dimurnikan, mengandung jumlah protein dan lemak yang minimum. Hal ini
membuat bubuknya menjadi warna putih bersih. Pati yang telah dimasak memiliki
ciri khas rasa netral, kejernihan yang tinggi, kekuatan mengikat yang tinggi,
tekstur baik dan kecenderungan minim terjadinya busa atau perubahan warna
menjadi kuning pada larutan tersebut.
Adapun sifat fisik kimia pati kentang adalah
sebagai berikut :
·
ukuran granula 12-100 µm
·
rasio amilosa/amilopektin adalah 23% amilosa dan
77% amilopektin
·
bentuk granula bundar
·
Kristanilitas 25%
·
Suhu gelatinisasi 58-66oC
Granula pati kentang
adalah yang terbesar ukurannya di antara pati – pati komersial, yaitu antara 5
– 100 μm. Bentuknya kentang adalah bulat telur, granulanya mempunyai hilum
terletak di dekat ujung. Granula ini juga menunjukkan keberadaan striasi.
Suhu gelatinisasi tergantung juga pada konsentrasi pati.
Makin kental larutan, suhu tersebut makin lambat tercapai, sampai suhu tertentu
kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Konsentrasi terbaik
untuk membuat larutan gel adalah konsentrasi 20%, makin tinggi konsentrasinya
gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa saat viskositasnya
akan turun. Tiap jenis pati memiliki suhu gelatinisasi yang berbeda-beda antara
lain: jagung 620-700C, beras 680-780C,
gandum 54,50-640C, kentang 580-660C,
dan tapioca 520-640C.
3.
BERAS
(Oryza sativa)
Sebagaimana
bulir serealia lain, bagian terbesar beras didominasi oleh pati (sekitar
80-85%). Beras juga mengandung protein, vitamin (terutama pada bagian aleuron),
mineral, dan air. Pati beras tersusun dari dua polimer karbohidrat, yaitu
amilosa (pati dengan struktur tidak bercabang) dan amilopektin (pati dengan
struktur bercabang dan cenderung bersifat lengket). Perbandingan komposisi
kedua golongan pati ini sangat menentukan warna (transparan atau tidak) dan
tekstur nasi (lengket, lunak, keras, atau pera). Ketan hampir sepenuhnya
didominasi oleh amilopektin sehingga sangat lekat, sementara beras pera
memiliki kandungan amilosa melebihi 20% yang membuat butiran nasinya
terpencar-pencar (tidak berlekatan) dan keras (Winarno, 1992). Granula
pati beras memiliki ukuran yang kecil (3-8 μm), berbentuk poligonal dan
cenderung terjadi agregasi atau bergumpal-gumpal.. Beras memiliki warna yang berbeda-beda, hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur warna aleuron, warna
endospermia, dan komposisi pati pada endospermia.
Beras merupakan tanaman
yang secara intensif dibudidayakan oleh petani. Di samping itu, lebih dari
seratus varietas padi telah berhasil dirakit oleh para pemulianya dalam satu
dekade terakhir ini. Varietas-varietas tersebut memiliki sifat agronomis maupun
kualitas rasa nasi yang sangat beragam sesuai dengan kondisi alam dan
preferensi masyarakat Indonesia (Suprihatnoet al. 2010). Sifat nasi
sangat ditentukan oleh kadar amilosa beras. Berdasarkan kadar amilosa, beras
dikelompokkan menjadi: (a) beras ketan dengan kadar amilosa <10%, (b) beras
beramilosa rendah dengan kadar 10-20%, (c) beras beramilosa sedang dengan kadar
20-25% dan (d) beras beramilosa tinggi dengan kadar >25%(Indrasari et al.
2008). Makin tinggi kadar amilosa makin pera tekstur nasinya.
4.
SAGU
(Metroxylon
sp.)
Granula pati sagu native
memiliki bentuk oval dengan ukuran yang cukup besar. Ukuran granula yang
besar mengindikasikan tingginya kemampuan menyerap air pada saat mengalami
gelatinisasi. Hal ini yang memungkinkan pati alami memiliki viskositas yang
tinggi. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis pati lainnya, granula pati sagu
mempunyai ukuran yang relatif besar yaitu mencapai rata-rata 24.8μm (Yiu et
al, 2008) atau 25 μm (Wattanachant et al, 2002)
Pati sagu
memiliki karakteristik yang berbeda bila dibandingkan dengan pati lain. Namun
demikian, pati sagu mempunyai karakteristik yang lebih mendekati karakteristik
pati umbi-umbian yaitu memiliki ukuran granula yang besar (Yiu et al, 2008),
memiliki indeks pembengkakan (swelling power) dan kelarutan (solubility)
yang tinggi (Wattanachant et al.,2002) serta karakteristik gelatinisasi
tipe A (mempunyai puncak viskositas tinggi, namun akan menurun dengan tajam
pada saat dipanaskan terus menerus pada suhu tinggi (95oC)).
Pati dengan tipe A
cenderung tidak tahan terhadap proses pemanasan dan pengadukan sehingga pati
sagu native kurang dapat diaplikasikan untuk proses pengolahan yang
menggunakan panas dan pengadukan untuk pembentukan teksturnya. Modifikasi yang
dilakukan pada pati sagu native diharapkan dapat merubah
karakteristiknya sehingga dapat diaplikasikan secara luas pada berbagai produk
pangan. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tanaman sagu
terdiri atas berbagai spesies dan berbagai jenis (varietas) yang menyebabkan
adanya perbedaan karakteristik sagu yang dihasilkan. Selain itu, karakteristik
pati sagu juga akan dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya.
Pati sagu merupakan
hasil ekstraksi empulur pohon sagu (Metroxylon sp) yang sudah tua (berumur
8-16) tahun. Komponen terbesar yang terkandung dalam sagu adalah pati. Pati
sagu tersusun atas dua fraksi penting yaitu amilosa yang merupakan fraksi
linier dan amilopektin yang merupakan fraksi cabang. Kandungan amilopektin pati
sagu adalah 73%± 3 (Ahmad and Williams, 1998). Pati sagu memiliki karakteristik
seperti yang dijelaskan Ahmad and Williams (1998) yaitu berbentuk elips
memiliki ukuran granula
rata-rata 30 µm (20-60 µm) , kadar amilosa 27%± 3 dan kadar amilopektin 73%, suhu gelatinisasi pati
rata-rata 700C (60-720C), entalpy gelatinisasi 15-17 J/g,
dan termasuk tipe C pada pola X-ray difraction. Sifat pati tidak larut dalam air, namun bila
suspensi pati dipanaskan akan terjadi gelatinisasi setelah mencapai suhu
tertentu (suhu gelatinasi). Hal ini disebabkan oleh pemanasan energi kinetik
molekul-molekul air yang menjadi lebih kuat dari pada daya tarik- menarik
antara molekul pati dalam ganula, sehingga air dapat masuk kedalam pati
tersebut dan pati akan membengkak(mengembang). Granula pati dapat membengkak luar
biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali pada kondisi semula.
Adapun sifat fisikimia pati sagu adalah sebagai
berikut :
·
Bentuk granula elips agak terpotong
·
Ukuran granula 20-60 µm
·
Rasio amilosa 27% dan amilopektin 73%.
·
Suhu gelatinisasi 52-64oC
·
Entalpy gelatinisasi 15-17 J/g.
·
Termasuk tipe C pada pola X-ray
difraction
Granula
pati sagu memiliki bentuk yang bervariasi dari bulat, lonjong (oval)
hingga berbentuk oval terpotong. Khusus bentuk oval terpotong, diduga bukan
merupakan bentuk alami, tetapi lebih disebabkan karena rusaknya granula akibat
proses pengecilan ukuran empulur sagu dalam proses ekstraksi pati. Hal ini
ditunjukkan pada pengamatan mikroskopis, dimana ketika dilakukan pemanasan
granula dengan bentuk oval terpotong langsung mengalami amylose leaching.
Ukuran granula pati sagu berkisar antara 5-62,5 μm.
5.
TAPIOKA
(Manihot
Utillisima)
Singkong merupakan
tanaman perdu yang berasal dari Amerika Selatan dengan lembah sungai Amazon
sebagai tempat penyebarannya (Odigboh, 1983 dalam Chan 1983). Bagian dari ubi
singkong yang dapat dimakan mencapai 80-90%. Bentuknya dapat berupa silinder,
kerucut, atau oval (Wankhede, Satwadhar, dan Sawate, 1998 dalam Salunkhe dan
Kadam, 1998). Panjang ubi berkisar 15 hingga 100 cm dan diameternya 3 hingga 15
cm. Bobot ubi kayu berkisar beberapa ratus gram hingga 15 kg. Tanaman singkong
umumnya menghasilkan sekitar 5-10 ubi (Rubatzky dan Yamaguchi, 1995).
Menurut Moorthy (2004), granula tepung tapioka
menunjukan variasi yang besar yaitu sekitar 5-40 μm dengan bentuk bulat dan
oval. Febriyanti (1990) mendapati ukuran granula pati dari beberapa varietas
tepung singkong berada pada kisaran 3-25 μm. Rata-rata ukuran granula tepung
tapioka dalam penelititan ini menunjukan nilai yang tidak berbeda dengan studi
terdahulu, yaitu sekitar 3-40 μm. Sriroth et al., (1999) melaporkan
bahwa ukuran granula pati dari singkong yaitu sekitar 8-22 μm, dengan rata-rata
ukuran granula yaitu 15 μm (14 bulan masa panen) dan 12 μm (16 bulan masa
panen). Perbedaan ukuran granula dapat dipengaruhi oleh kondisi dan waktu panen
singkong.
Granula pati tapioka
berbentuk bulat dan bulat seperti terpotong pada salah satu sisi membentuk
seperti drum ketel. Ukuran granula pati tapioka sekitar 4 – 5 μm, banyak
granula – granula menunjukkan keberadaan hilum di bagian tengahnya. Pati
singkong atau tapioka memiliki suhu gelatinisasi yang sangat rendah, lebih
rendah dari pati umbi-umbian yang lain maupun pati sereal.
Menurut Grace (1977), kadar pati tepung tapioka
sekitar 85%. Sementara itu, Abera dan Rakshit (2003) melaporkan jumlah kadar
pati dari tiga varietas singkong (CMR, KU50, dan R5) yang diolah dengan cara
yang berbeda (penggilingan basah dan penggilingan kering) yaitu sekitar 96-98%.
Proses penggilingan kering pada pembuatan tepung tapioka dapat menghilangkan
kadar pati sebesar 13-20%. Selain itu, kadar pati juga dapat berkurang karena
partikel-partikel pati yang berukuran kecil ikut terbuang bersama partikel
serat halus selama proses pencucian pati.
Menurut Moorthy (2004), kadar amilosa tepung tapioka
berada pada kisaran 20-27% mirip dengan pati tanaman lain, sedangkan kadar
amilosa pada singkong sekitar 18-25%. Variasi kadar amilosa tergantung dari
varietas singkong. Sementara itu, menurut Pomeranz (1991), kadar amilosa tepung
tapioka yaitu sekitar 17%.
Pati singkong mengandung 83% amilopektin yang
mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk
terjadi retrogradasi (Friedman, 1950; Gliksman, 1969 dikutip Odigboh, 1983
dalam Chan, 1983). Menurut Murphy (2000) dalam Phillips dan Williams (2000),
ukuran granula pati singkong 4-35 μm, berbentuk oval, kerucut dengan bagian
atas terpotong, dan seperti kettle drum. Suhu gelatinisasi pada 62-73°C,
sedangkan suhu pembentukan pasta pada 63°C.
Ketela pohon (Manihot Utillisima) mempunyai kemampuan
untuk membentuk gel melalui proses pemanasan (90°C atau lebih) sebagai akibat
pecahnya struktur amilosa dan amilopektin. Dengan terbentuknya gel ini, ketela
mampu menjebak udara dan air bebas. Pemecahan ikatan amilosa dan amolopektin
akan menyebabkan terjadinya perubahan lebih lanjut seperti peningkatan molekul
air sehingga terjadi penggelembungan molekul, pelelehan kristal, dan terjadi
peningkatan viskositas (M.J. Deman, 1993).
Menurut Pomeranz (1991), suhu gelatinisasi tapioka
berkisar antara 52- 64°C. Kadar air pada tapioka sekitar 10-12%. Perbedaan
kadar air sampel dapat dipengaruhi oleh proses pengolahan, khususnya pada saat
pengeringan. Pada industri rumah tangga, biasanya pengeringan dilakukan secara
tradisional yaitu dengan penjemuran di bawah sinar matahari, sedangkan pada
industri besar, pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat
pengering (dryer).
Menurut Meyer (1960) dalam Mulyandari (1992),
derajat putih sangat dipengaruhi oleh proses ekstraksi pati. Secara umum
partikel-partikel tapioka mempunyai tingkat keputihan sebesar 94.5%. Sasaki dan
Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) melaporkan bahwa proporsi yang tinggi
pada rantai cabang amilopektin berkontribusi dalam peningkatan nilai swelling.
Sasaki dan Matsuki (1998) dalam Li dan Yeh (2001) juga melaporkan bahwa
terdapat korelasi negatif antara swelling power dengan kadar amilosa.
Hal ini terjadi karena amilosa dapat membentuk kompleks dengan lipida dalam
pati, sehingga dapat menghambat swelling. Menurut Pomeranz (1991),
kelarutan pati akan meningkat dengan meningkatnya suhu, dan kecepatan
peningkatan kelarutan adalah khas untuk tiap pati.
6.
GANDUM
(Triticum sp.)
Gandum adalah sekelompok tanaman serealia dari suku padi-padian yang kaya akan karbohidrat. Gandum biasanya digunakan
untuk memproduksi tepung terigu, pakan ternak, ataupun difermentasi untuk menghasilkan alkohol. Pati gandum adalah zat
tepung yang diperoleh dari biji gandum, yang digelatin pada suhu pemanasan yang
rendah ketika memberntuk pasta masak yang lembut dan bertekstur halus. akhirnya
akan menghasilkan gel yang lunak, lembut dan berwarna putih susu.
Adapun sifat fisikimia tepung gandum adalah
sebagai berikut :
·
Bentuk granula elips.
·
Ukuran granula 2-35 µm.
·
Rasio amilosa 25% dan amilopektin 75%
·
Kristalinitas 36%.
·
Suhu gelatinisasi 53-65oC
Granula
pati gandum tampak pipih, bulat, dan lonjong, dengan kecenderungan mengelompok
menjadi dua macam ukuran, yaitu yang kecil berukuran 2 – 10 μm, dan yang besar
antara 20 – 35 μm. Ukuran granula
patinya berkisar 2-35 mikron dan suhu gelatinisasi nya pada suhu 52-640C. Granula
– granula pati gandum yang sudah mengalami gelatinisasi, tampak kempes karena
sebagian besar penyusun terutama amilosa telah lepas keluar.
Granula pati gandum
cenderung berkelompok dengan berbagai ukuran. Ukuran normalnya adalah18
µm, granula yang lebih besar berukuran rata-rata 24 µm dan granula yang lebih
kecil berukuran 7-8 µm,
secara umum berkisar 2-35 µm.Bentuk granula
pati gandum adalah bulat (lonjong) cenderung berbentuk
ellips. Rasio kadar amilosa dan
amilopektinnyaadalah 1:3. Dengan kadar amilosa sebesar 25% dan kadar
amilopektin sebesar 75%.
Tepung terigu memiliki kandungan pati sebesar 65-70%,
protein 8-13%, lemak 0,8-1,5% serta abu dan air masing-masing 0,3-0,6% dan
13-15,5%. Di antara komponen tersebut yang erat kaitannya dengan sifat khas mie
adalah proteinnya yaitu prolamin (gliadin) dan glutelin (glutenin) yang
digolongkan sebagai protein pembentuk gluten (Kent Jones dan Amas, 1967).
Tepung terigu kaya akan kandungan protein. Protein tepung terigu memiliki
struktur yang unik. Seperti yang disebutkan dalam Desrosier (1988), bila tepung
terigu dicampur dengan air dalam perbandingan tertentu, maka protein akan
membentuk suatu massa atau adonan koloidal yang plastis yang dapat menahan gas
dan akan membentuk suatu struktur spons bila dipanggang.Karakteristik tepung
terigu ini, yang memungkinkan pembuatan roti tawar yang lunak tidak dijumpai
dalam butir serealia lain.
boleh minta daftar pustakanya?
BalasHapusLuar biasa ulasanya
BalasHapus